Riot Games Sukses Tekan Angka Pengguna Akun Smurf di VALORANT
Sejak dirilis pada tahun 2020 lalu, Riot Games selaku pengembang VALORANT banyak memberikan sejumlah teknologi ke dalam game garapannya itu. Mulai dari fitur HRTF, pengurangan pemain toxic, membisukan voice dan chat, hingga teknologi lainnya. Kemudian, untuk tahun 2022 ini, VALORANT menghadirkan teknologi terbaru, yaitu penindakan kepada pemain yang menggunakan akun smurf.
Teknologi ini diperkenalkan Riot Games untuk VALORANT pada patch 3.10 silam, yang kemudian menerima perubahan terbaru pada patch 5.01. Tujuannya untuk memerangi pemain yang seringkali menggunakan akun-akun smurfing saat bermain. Jelas pemain-pemain lain mengalami kesulitan dengan adanya tindakan nakal tersebut.
Berkaitan dengan itu, ada perkembangan terbaru yang dibeberkan oleh Insight Manager VALORANT, Brian Chang. Perkembangan terbaru dari penindakan smurf ini disampaikannya melalui keterangan resminya pada Selasa (20/12) kemarin. Setelah memakan waktu yang cukup panjang, teknologi penindakan akun smurfing mendapatkan respon yang baik oleh komunitas VALORANT. Pemain sangat terbantukan dengan kehadiran teknologi tersebut.
Brian mengungkapkan, tren pemain yang menggunakan akun smurf mulai berkurang sejak sistem ini diperkenalkan. Ia menyebutkan, jumlah pemain nakal seperti itu sudah mendapatkan tindakan, di mana VALORANT sukses menurunkan di angka lebih dari 10 persen.
“Secara keseluruhan, jumlah smurf turun 17 persen dibandingkan dengan awal tahun,” ungkap Brian.
Angka tersebut merupakan hasil yang didapatkan oleh Brian dan timnya, sejak melakukan pembaruan pada patch 5.01 lalu. Mereka melakukan beberapa uji coba dalam menerapkan pemain dengan akun smurf. Uji coba pertama adalah stomp.
“Untuk uji coba pertama, kami mengukur tingkat pertandingan stomp, saat satu tim menang dengan 8 ronde atau lebih. Sebagai referensi, sebelum perubahan tingkat stomp untuk smurf adalah 32 persen di semua game VALORANT. Artinya, 1 dari 3 pertandingan dengan smurf berakhir dengan stomp,” sebut Brian.
Dalam pengujian pola ini, mereka memulai dengan menyesuaikan matchmaking rating sebesar 50 persen untuk smurf yang terdeteksi. Kemudian, Brian dan timnya membiarkan 50 persen pemain lain. Tujuan dilakukan pola ini adalah untuk menentukan apakah penyesuaian yang dibentuk benar-benar terdampak secara materi terhadap keadilan.
“Kami melihat bahwa 50 persen smurf yang terdeteksi, yang MMR-nya disesuaikan, berada dalam 1 persen tingkat stomp target kami. Sementara 50 persen smurf yang terdeteksi, yang tidak disesuaikan dalam control group, masih stomp dalam 25 persen dari pertandingan,” lanjut Brian.
Pola lain juga diterapkan Brian dalam penindakan pemain dengan akun smurf. “Kami juga membuat perubahan khusus guna menurunkan dorongan untuk membuat akun alternatif,” sambungnya.
Maka dari itu, dengan menggunakan dua pola di atas, baik VALORANT maupun Riot Games sukses menekan pemain yang menggunakan akun smurf sebesar 17 persen. Kedepannya, teknologi tersebut juga bakal dikembangkan lebih baik lagi. Brian membeberkan beberapa rencana yang akan dilakukannya untuk menekan lagi tindakan kurang elok tersebut di dalam VALORANT.
“Meningkatkan perbaikan/penambahan pada metodologi pendeteksian smurf agar bisa menemukan dan menindaklanjuti smurf lebih cepat lagi,” tutup Brian.