Perkembangan Sistem Keacakan Map di VALORANT
Ketika bermain VALORANT, pernahkah kalian bermain di map yang sama berkali-kali? Ya, di game ini, kalian tidak bisa sembarang memilih map yang dimainkan. Keacakan map menjadi salah satu sistem yang diterapkan oleh VALORANT. Terkadang, ada map yang muncul terus-menerus dan ada juga map yang tak kunjung terlihat.
Semua pemain tentu memiliki map favoritnya masing-masing. Ketika mendapat map yang dibenci berkali-kali, tak jarang mereka akan kesal dan melakukan dodge, berharap mendapat map tertentu di matchmaking selanjutnya. Sistem keacakan map memang pisau bermata dua. Meski bisa menurunkan rasa bosan yang dialami pemain, penerapan yang kurang baik justru bisa meningkatkan jumlah dodge yang dilakukan pemain.
Lalu, bagaimana sebenarnya penerapan sistem keacakan map di VALORANT?
Pentingnya keacakan map di VALORANT
Keacakan map yang ada di game ini ternyata benar-benar diperhatikan oleh sang pengembang, Riot Games. Melalui salah satu anggota tim kompetitif VALORANT, Brian Chang, Riot berusaha menjawab sejumlah pertanyaan mengenai sistem keacakan map yang mereka terapkan.
Sejauh ini, VALORANT memiliki total tujuh map yang bisa dimainkan. Namun, saat awal dirilis, game ini hanya memilki empat map. Dengan jumlah yang sedikit itu, Riot menerapkan sistem pemilihan map yang benar-benar acak, di mana tiap map memiliki peluang yang sama. Sayangnya, sistem tersebut dinilai tidak ideal karena sejumlah pemain mengaku mendapat map yang sama sebanyak lima kali beruntun.
Melihat hal tersebut, Riot pun mencoba merombak sistem keacakan map, dari metode yang benar-benar acak menjadi semi acak. Dengan metode tersebut, sistem game akan memprioritaskan map yang belum dijumpai oleh pemain dan menghiraukan map yang baru saja dimainkan. Hasilnya cukup memuaskan, di mana persentase pemain yang melihat map yang sama hingga lima kali beruntun menurun menjadi 10%.
Selain karena metode baru tersebut, bertambahnya map di VALORANT juga menjadi faktor penentu penurunan persentase. Ketika Fracture diperkenalkan pada bulan September 2021 yang lalu, persentase yang ada kembali turun menjadi 3%. Namun, masalah keacakan map ternyata belum berakhir sampai di situ.
Ketika melakukan survei kepada sejumlah pemain VALORANT yang ada di Amerika Utara, Riot menemukan bahwa masih banyak pemain yang mendapati map yang sama berturut-turut. Hasil survei tersebut mendorong tim pengembang untuk memperbaiki sistem keacakan map sekali lagi.
Dari Patch 4.04 yang dirilis pada bulan Maret 2022, Riot telah menerapkan sistem keacakan map baru ke VALORANT. Bukan lagi dengan metode acak, Riot kini menggunakan metode deterministik, di mana sistem akan menghapus sebuah map yang sering dilihat oleh pemain dari daftar pilihan ketika matchmaking dimulai.
Hasilnya sangat memuaskan. Persentase pemain yang mendapatkan map yang sama berkali-kali menurun drastis. Bahkan, kini tidak ada lagi pemain yang melihat satu map lima kali berturut-turut. Dengan metode baru tersebut, selain menurunkan jumlah kasus yang ada, pemilihan map pun terlihat beragam.
Perubahan demi keberlangsungan game
Setelah kesuksesan tersebut, Brian bersama dengan timnya mengaku bahwa metode yang diterapkan sekarang sudah cukup bagus untuk VALORANT. Namun, bukan berarti mereka tidak akan melakukan perubahan lain di waktu yang akan datang. Riot menyebut bahwa mereka akan terus melakukan survei dan memantau data yang masuk.
VALORANT adalah salah satu game baru yang masuk ke dalam dunia esports. Inovasi memang harus terus dilakukan apabila Riot ingin game ini langgeng. Selain memunculkan karakter dan map baru, hal “remeh” seperti sistem keacakan map menjadi sejumlah faktor keberlangsungan sebuah game.