Mobile Legends

Grudge Match, Sebuah “Bumbu” Langka Di Turnamen/Event Esports

Pertandingan dan turnamen esports sejatinya adalah sebuah ajang untuk membuktikan kemampuan pemain atau tim yang terlibat. Tapi sebagai penonton, narasi yang hadir dalam turnamen adalah “bumbu” yang membuat setiap pertandingan jadi semakin seru.

Satu turnamen bisa membawa banyak narasi, mulai dari kuda hitam yang ternyata mengalahkan banyak lawan kuat, apakah “dewa” yang dianggap tidak terkalahkan bisa tumbang, pemain veteran yang ingin membuktikan bahwa ia masih jago, dan masih banyak lagi. Tapi dari banyak narasi yang bisa hadir, ada satu yang terbilang jarang ditemui, tapi selalu sangat menarik untuk disimak: grudge match.

Tercipta Di Luar Panggung, Diselesaikan Di Atas Panggung

Grudge match biasanya terjadi ketika dua pemain yang akan bertanding terlibat dalam sebuah konflik. Maksud konflik di sini bukan sekadar adu kemampuan saja, tapi konflik pribadi. Saling ejek di media sosial, pertikaian pribadi, atau bahkan pengkhianatan bisa jadi penyebab sebuah pertandingan berubah menjadi grudge match atau partai balas dendam.

Konflik ini juga umumnya diketahui oleh publik dan jadi bahan perbincangan di komunitas game yang bersangkutan. Jika kamu familier dengan kultur internet, drama dan konflik pribadi yang muncul di publik tentu jadi sorotan banyak orang. Siapapun yang menyimaknya tentu saja menginginkan satu hal: kedua pihak bertemu di atas panggung di sebuah pertandingan.

Jika dibandingkan dengan banyak narasi lain, grudge match adalah salah satu yang paling menarik untuk disimak. Ini karena tim atau pemain biasanya jarang terlibat konflik pribadi yang berkepanjangan. Selain itu seperti yang kami sebutkan di atas, penghuni internet, termasuk gamer, suka dengan drama apalagi jika melibatkan pemain favorit mereka. Bagi penyelenggara, hadirnya grudge match adalah sebuah berkah karena akan menarik perhatian banyak penonton.

Salah satu contoh grugde match yang cukup dikenang dalam beberapa tahun terakhir adalah pertemuan antara OG dan Evil Geniuses di The International 2018. Kedua tim secara tidak langsung “bertikai” karena salah satu pemain Evil Geniuses, Fly, meninggalkan OG. Saat itu, OG sedang dalam performa yang sangat buruk dan ia adalah kapten tim. Tidak hanya itu, Fly dan salah satu pemain OG, NoTail, adalah sahabatnya. Ia juga hengkang hanya beberapa bulan sebelum The International 2018 dimulai, membuat OG kelabakan mencari pemain untuk menghadapi The International.

Pertemuan OG dan Evil Geniuses pun tidak diprediksi karena OG sendiri dianggap tidak akan bisa berbuat banyak di The International. Namun OG ternyata sangat dominan sepanjang turnamen dan akhirnya bertemu dengan Evil Geniuses. Kedua tim bertarung sengit, namun OG keluar sebagai pemenang dengan skor 2-1, dan pertandingan diakhiri dengan satu momen yang cukup dikenang di sejarah The International.

Grugde match juga banyak terjadi di game fighting di negara-negara barat. Perbedaan pendapat di Twitter seringkali berujung pada saling hina dan akhirnya berujung pada pertandingan di atas panggung turnamen. Kadang keduanya memang bertemu di bracket turnamen, kadang penyelenggara turnamen menyiapkan sesi khusus agar kedua pemain bertemu dan “menyelesaikan” pertikaian mereka dengan adu skill menggunakan game.


Sayangnya, grudge match yang terjadi atas pertikaian pribadi cukup jarang terjadi, dan semakin jarang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai manusia yang dewasa, tiap pemain tentu lebih suka jika pertikaian pribadi diselesaikan secara pribadi tanpa sorotan publik. Selain itu seiring semakin besarnya upaya untuk mempromosikan esports sebagai industri yang positif, pertikaian biasanya memang dihindari dari awal.

Namun jarang bukan berarti tidak pernah. Pertikaian pribadi antar pemain suatu hari akan terjadi, dan semua penonton akan selalu menanti saat di mana kedua pemain tersebut bertemu di dalam game.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *