Beberapa Stereotip Karakter Perempuan di Dalam Game, Kamu Pasti Sering Menemukannya di Game yang Kamu Mainkan
Saat Moonton mengubah Vexana jadi lebih cantik dan “palatable”, kami malah jadi sibuk berpikir. Betapa sulitnya industri game dunia dalam membuat karakter wanita yang “menarik” tanpa harus cantik atau oversexualizes? Bahkan sampai-sampai sang ratu Necrokeep “dipaksa” berubah menjadi karakter perempuan yang generik. Kemudian pikiran kami sampai ke berbagai masalah yang sudah menjadi stereotip industri game dalam menciptakan karakter wanita.
Akhirnya terciptalah sebuah artikel yang sedikit banyak menyuarakan berbagai keluhan kami untuk stereotip ataupun klise yang kerap digunakan developer untuk memperdagangkan karakter perempuan di game mereka. Seperti misalnya, menjual “aset”, armor yang tidak berguna, atau sifat yang terlalu “damsel in distress” sehingga menyingkirkan peran perempuan sepenuhnya dari dalam cerita.
Untuk mempermudah pembahasan kali ini, kami akan mencoba menjelaskan segala sesuatunya dengan gambar dan berbagai kasus yang muncul di judul-judul populer saja.
WTF body type
Sebenarnya kami agak bingung untuk memulai dari siapa, sebab jajaran karakter wanita dengan stereotipnya sudah mengakar sangat dalam di industri game. Untuk itu kami akhirnya memutuskan untuk mengambil yang cukup modern dan terkenal, yaitu Lara Croft.
Lara Croft terkenal berkat kecantikannya yang luar biasa dan “asetnya” yang luar biasa “segitiga”. Kami bahkan percaya kalau siapapun yang bertemu Lara Croft di dalam gua, pasti bisa mengasah pedangnya di “aset” tersebut. Mengingat Eidos membuatnya terlihat keras dan sangat menonjol, seperti batu asahan.
Di luar joke kami terhadap “aset” milik Lara Croft, sosok perempuan cantik yang bisa menjelajahi gua dan mengalahkan dinosaurus ini diterima oleh semua orang dengan mudah. Tapi yang jadi masalah adalah, semua aset dan tampilan dari Lara Croft, tidak membuatnya menjadi seorang penjelajah gua yang handal. Bahkan sosoknya bisa digantikan oleh siapa saja.
Kamu bisa saja mengganti Lara Croft dengan Mas Parjo yang menjaga warung sate di dekat pengkolan. Tidak percaya? Buat game dengan karakter bernama Parjo. Berikan pistol padanya dan biarkan dia menjelajahi reruntuhan kuno. Maka kamu akan mendapatkan game dengan judul “Parjo” yang mungkin bakal dirilis oleh Eidos di tahun 90-an.
Kalau kamu tidak percaya dengan ucapan kami di atas, silakan tengok sendiri Uncharted yang dibuat oleh SONY Studio. Game tersebut benar-benar perwujudan dari ide “Parjo” yang menggantikan Lara Croft di Tomb Raider.
Stereotip dari Lara Croft ini sering digunakan di dalam industri game. Saking seringnya, sampai-sampai sudah menjadi klise. Bagaimana seorang karakter yang sangat cantik, dengan badan yang mungil, bisa bertempur melawan dinosaurus atau dewa perang dari masa lalu.
Seharusnya seorang petualang wanita memiliki atribut fisik atau body type yang meyakinkan. Bahkan di kalangan pria saja banyak tahu kalau otot yang dimiliki atlet binaraga, tidak sekuat otot yang dimiliki para pria yang berlaga di turnamen strongman.
Berbagai pakaian yang tidak berguna
Selain stereotip yang begitu-begitu saja, kamu juga bakal menemukan kalau sang desainer karakter tidak banyak membantu dalam membuat pakaian atau baju tempur yang digunakan oleh karakter perempuan. Tidak peduli berasal dari developer barat atau timur, pakaian selalu menjadi masalah serius dari karakter perempuan. Bayangkan, kamu berangkat bertempur di medan perang yang dipenuhi dengan robot mematikan setinggi gedung lima lantai, tentara dengan nano machine, senjata kelas berat setara nuklir, sebuah lubang hitam portable. Sementara kamu hanya menggunakan bikini, stocking robek-robek dan sepucuk senapan runduk. Hanya karena alasan kamu bernafas dengan cara fotosintesis.
Ya, kami melotot ke arahmu Hideo Kojima. Mengapa Quiet didesain dengan cara yang sangat tolol. Padahal di awal misi, Quiet masih menggunakan baju tentara yang lengkap dengan warna hitam. Kami suka dengan tampilan tersebut dan menolak tampilan Quiet di misi-misi berikutnya.
Selain Quiet, kami juga bermasalah dengan pilihan pakaian yang dikenakan oleh Widowmaker. Mengapa sniper yang dicuci otaknya ini memiliki baju dengan belahan dada sangat rendah? Apakah demi menarik perhatian Soldier 76, atau McCree?
Pada intinya pakaian selalu menjadi masalah yang sangat pelik dalam urusan mendesain karakter wanita. Bahkan dengan armor abad pertengahan sekalipun, banyak sekali developer game yang tidak menyadari kalau “boobsplate” yang mereka buat, bakal mencelakai karakter perempuan yang mengenakannya.
Bayangkan, sebuah baju zirah abad pertengahan yang memiliki dua “tonjolan” di depannya. Siapapun yang mengenakan baju zirah tersebut bisa dibunuh dengan cara yang sangat mudah. Yang perlu dilakukan adalah memukul salah satu dari dua tonjolan tersebut. Otomatis akan ada besi yang masuk ke dalam karena semula bagian tersebut menonjol ke luar. Dan apapun yang berada di balik tonjolan tersebut tidak cukup “keras” untuk menahan tusukan besi yang tiba-tiba melesak.
Damsel in distress
Selain masalah fisik dan kostum, kami juga sering sekali menemukan peran damsel in distress yang kerap dijadikan plot utama di dalam game. Apalagi kalau kamu mengenal Mario dengan kutipan khas Toad “Thank You Mario! But Our Princess Is In Another Castle!”.
Apakah para karakter wanita sangat tidak berdaya? Sehingga harus diselamatkan terus-meneru di dalam game. Padahal di dunia nyata kita melihat ada Queen Elizabeth II yang tidak perlu diselamatkan oleh siapapun. Atau para Onna-Bugeisha, yang merupakan para samurai wanita kelas atas pada era feudal Jepang.
Sekarang bandingkan dengan Cortana yang ada di serial HALO. Dia memiliki peran penting? Jelas. Tapi berapa kali Cortana harus diselamatkan oleh para Spartan hingga Master Chief? Jawabannya adalah banyak sekali. Padahal dia AI dan tidak memiliki bentuk fisik.
Mengapa fenomena damsel in distress ini sampai menular ke perempuan yang dibentuk dari kode dan bagian manusia Dr. Cathrine Hasley. Selain itu, mengapa AI satu ini berubah-ubah terus wujudnya dari satu HALO ke HALO yang lainnya. Seperti mengikuti jejak Vexana yang tampil semakin cantik.
Beberapa pengecualian
Walaupun stereotip karakter perempuan sudah berlangsung cukup lama dan mengakar cukup dalam, tapi sejatinya ada beberapa pengecualian yang bisa diperhitungkan.
Berbeda dengan Widowmaker atau Mercy, entah mengapa Zarya di Overwatch memiliki badan dan karakteristik yang meyakinkan sebagai pahlawan Rusia. Tentunya di luar stereotip logatnya yang dibuat sedekat mungkin dengan negara asalnya. Selain Zarya kami juga menikmati pendekatan Ana sebagai sniper tua yang cantik tanpa harus terlihat seperti boneka Barbie.
Selain Overwatch kami juga menemukan kalau Alyx Vance di Half-Life 2 memiliki sosok yang sangat netral dan believable untuk urusan perannya di dalam game.
Kemudian ada lagi Bloodhound di Apex Legends. Meskipun dia digambarkan sebagai “non-binary bullshit”, tetapi sejatinya dia adalah karakter wanita dengan desain yang sangat apik. Kamu tidak akan tahu apa jenis kelamin Bloodhound, bila tidak melihat video originnya. Hal ini menjadikan Bloodhound sebagai karakter yang memiliki aset untuk diceritakan sehingga memperkuat dan memperkaya lore dari karakternya
Selain itu Lifeline dari Apex Legends juga tergolong tidak buruk. Walaupun masih memiliki selera fashion yang nyeleneh dalam pertempuran, tetapi gambaran secara keseluruhan terhadap sosok Lifeline dan akar budaya Afro Amerika miliknya, terwakilkan dengan cukup baik.
Kesannya penilaian kami terhadap Lifeline adalah double standard, tetapi coba perhatikan bentuk muka Lifeline. Kamu bakal menemukan 1000 orang berparas seperti Lifeline di ketentaraan, ketimbang Azami, Hibana, atau Dokkakebi, di Rainbow Six Siege. Rasanya sulit membayangkan menjadi agen lapangan yang tetap seperti Barbie selama beroperasi.
Yang patut dicoba di masa depan
Seharusnya developer game mulai berani mencoba-coba untuk membuat karakter perempuan yang lebih believable dari masa lalu. Lupakan pendekatan Moonton atau Riot Games dalam membuat karakter perempuan mereka. Sekarang adalah saat yang tepat untuk membuat karakter perempuan yang kuat, dan memiliki “aset” yang cukup untuk membantu mereka menyelesaikan misi atau tantangan di hadapan mereka.
Lupakan sepatu hak tinggi yang digunakan bertarung oleh Anna Williams. Perbanyak pakaian bela diri yang tertutup, atau baju besi tanpa “boobsplate” atau unsur terbuka lainnya. Mereka juga bisa memulai untuk membuat karakter perempuan yang lebih realistik dari sisi wajah. Bila Kratos dari God of Wars saja menjual, kami rasa semua developer game pasti bisa membuat karakter wanita dengan muka yang lebih masuk akal, tidak seperti Barbie yang hendak pergi ke fashion show. Ini pertempuran kawan, bukan prom night.