Jalan Panjang Sejarah Genre First Person Shooter, Dari Grafik Bergaris Hingga 3 Dimensi
Di muka bumi ini, banyak sekali ragam genre game esports yang dipertandingkan di turnamen secara resmi maupun bukan. Sebut saja di antaranya ada Multiplayer Online Battle Arena (MOBA), Role Playing Game (RPG), dan yang menarik First Person Shooter (FPS). Ketiga genre tersebut merupakan genre yang paling banyak dipertandingkan dan dijadikan cabang esports. Baik itu MOBA, RPG, dan FPS banyak menghadirkan banyak sekali game yang terkait. Ada League of Legends, Dota 2, Fortnite, Playeruknown Battlegrounds, Overwatch, Counter Strike: Global Offensive, Call of Duty, dan VALORANT.
Jelas ketiga genre game di atas sangat digandrungi oleh semua pelaku esports di muka bumi. Bisa dibilang, ketiga genre tersebut sangat populer dan sering dimainkan oleh pemain profesional atau mereka yang hanya berstatus pemain biasa. Metaco sudah membahas sejarah MOBA dan battle royale. Demi kelengkapan, alangkah menariknya membahas lebih intens salah satu dari tiga genre itu, yaitu First Person Shooter.
Secara harfiah, FPS adalah genre game dimana pemain menggerakan karakter, baik yang hanya memperlihatkan tangan saja di layar monitor maupun fisik karakter secara utuh, ke lokasi manapun dalam suatu peta dalam game. Dalam game ber-genre FPS, biasanya karakter yang digunakan mampu melakukan usaha untuk menembaki musuh yang ada di depannya.
Hadirnya genre FPS bukanlah muncul pada sekitar tahun 1990an. Malahan, FPS sebetulnya sudah muncul sekitar 1970an. Banyak dari kalian yang mengira, bahwa Wolfenstein 3D dan DOOM merupakan game dengan genre FPS pertama di muka bumi ini. Mungkin kalian keliru atas informasi tersebut karena Maze War adalah game FPS pertama di dunia.
Yap. Kalian tidak salah membacanya. Maze War merupakan game dengan genre FPS pertama. Game ini diciptakan oleh tiga orang yaitu Steve Colley, Greg Thompson, dan Howard Palmer pada tahun 1973. Secara grafis, Maze War masih sangat jauh dari yang kalian bayangkan, seperti grafik game di zaman sekarang ini. Game tersebut memiliki grafik yang bisa menyakitkan mata kalian, sebab peta permainan dalam Maze War berupa labirin kotak-kotak, dengan garis hijau atau kuning yang membentang. Ditambah lagi dengan gameplay yang kurang menantang, pemain hanya dituntut untuk mengitari labirin, dan mencari jalan keluar seperti video di bawah ini.
Untuk urusan perangkat, kala itu Maze War hanya bisa dimainkan pada perangkat seperti Imlac PDS-1, Macintosh, NeXT Computer, Palm OS, Xerox Star, dan X Windows System. Bisa dibilang, perangkat tersebut adalah komputer dengan spesifikasi yang masih rendah. Selain Maze War, ada juga game genre FPS lainnya, yang dinamai Spasim.
Game ini diciptakan pada tahun 1974 oleh Jim Bowery. Game ini sesuai dengan namanya, di mana pemain menggunakan dan menerbangkan pesawat luar angkasa. Dilihat dari grafik, game jelas sama dengan Maze War. Garis kuning membentang dari ujung ke ujung membentuk sesuatu, entah itu pesawat luar angkasa atau peta permainan. Walaupun Maze War dan Spasim mempunyai grafik yang kurang elok dipandang serta gameplay seperti video di atas, namun keduanya tetap dicap penggemar sebagai game FPS pertama di muka bumi.
Basis konsep yang digunakan pada Maze War dan Spasim inilah yang digunakan oleh game-game setelahnya seperti Wolfenstein 3D dan DOOM, yang hadir sekitar tahun 1990-an. Dua game ini membawa angin segar bagi para penggemar FPS di hampir semua negara. Bagaimana tidak, grafik dari kedua game tersebut mulai ada perkembangan dengan konsep dan pewarnaan lebih bagus walaupun terlihat jelas grafik kotak-kotak di dalamnya. Kedua game ini juga mulai ditambahkan bumbu baru, di mana karakter yang digunakan bisa beraksi menembak musuh atau monster.
Gameplay dari kedua game ini juga mengaplikasikan konsep Maze War dan Spasim. Hal itu terlihat jelas dari peta permainan Wolfenstein 3D dan DOOM yang berada di suatu ruangan dengan bangunan maupun benda lain di sekitarnya. Mungkin lebih jelasnya, bisa kalian lihat sedikit gambaran dari Wolfenstein 3D dan DOOM pada video di bawah ini.
Setelah Wolfenstein 3D dan DOOM dirilis ke publik, pada tahun 1996 hadir sebuah game yang bernama Quake. Secara konsep dan gameplay, Quake sebenarnya hampir sama dengan DOOM, di mana pemain menghadapi monster yang berkeliaran dalam peta permainan. Tetapi Quake memiliki nilai plus, yaitu kecepatan pergerakan yang lebih daripada Wolfenstein 3D dan DOOM.
Memasuki era 2000an, genre FPS kembali membawa perkembangan terbaru dalam konsepnya, yaitu menghadirkan game Counter Strike. CS, istilah kerennya, adalah game yang mengusung genre tactical shooter dengan lima pemain atau lebih, melawan lima pemain lainnya sebagai musuh. Dikenalkannya CS kepada publik, tidak lepas dari tangan dingin perancangnya, yaitu Minh Le dan Jess Cliffe.
Tapi di balik itu, ada cerita menarik mengenai Counter Strike. Le dan Jess mengatakan, bahwa game garapannya itu merupakan custom game dari Half Life buatan Valve. Alasan mereka berdua merancang Counter Strike adalah kesukaan Minh Le dengan pasukan anti-teror. Menurutnya, itu adalah tema yang sangat fantastis jika diaplikasikan ke dalam game garapannya itu. Melihat suksesnya permainan tersebut, Valve selaku pengembang Half Life kala itu, mengakuisisi Counter Strike dan mengkomersilkan game itu sebagai game yang berdiri sendiri.
Valve tidak hanya berhenti di situ saja. Pengembang tersebut terus melakukan pengembangan dari Counter Strike, dan menciptakan CS Xb0x Edition, CS Condition Zero, dan CS Source. Ketiga game tersebut ramai dimainkan sekaligus memikat hari penggemarnya di hampir semua negara. Namun, game lanjutan CS yang digarap Valve itu, kurang mendapat respon positif dari penggemarnya maupun pecinta genre FPS.
Perkembangan genre FPS terus berkembang, yaitu dengan hadirnya Point Blank pada 2008. Game buatan Zepetto ini hadir dengan alasan, dimana Point Blank mengusung konsep free to play alias gratis dimainkan. Point Blank tentu sangat membantu penggemar FPS di berbagai negara, yang tidak mau mengeluarkan uangnya untuk membeli suatu permainan. Artinya, Zepetto sukses memikat hati para penggemarnya, dan merilis lagi pada tahun 2009 di Indonesia. Setelah merilis kembali di Indonesia melalui Gemscool, Point Blank kian dikenal luas oleh penggemarnya. Bukan hanya sering dimainkan di warung-warung internet (warnet), namun juga membangun ekosistem esports dan berbuntut ke membuat turnamen dari game tersebut. Sebut saja Point Blank National Championships (PBNC).
Kemudian, genre FPS kembali dihiburkan dengan rilisnya Counter Strike Global Offensive (CSGO). Banyak perubahan yang dilakukan Valve pada game buatannya ini, mulai dari konsep, gameplay, hingga fitur-fitur yang dihadirkan di dalamnya. Bisa dibilang, game ini sangat mengusung permainan modern sekarang ini.
Awal hadirnya CSGO ke publik sempat mendapat respon negatif. Penggemar dan pemain FPS menilai bahwa game ini merupakan game berbayar. Hal itu membuat para pemain meninggalkan game tersebut, dan mulai memainkan game-game lain. Menanggapi hal itu, Valve kemudian mengubah CSGO menjadi game free to play, dan akhirnya mulai dimainkan oleh penggemarnya. Bahkan, dengan kemajuan yang dihasilkan dari CSGO, turnamen esports untuk game ini terus digelar dan menarik perhatian banyak penonton hingga hari ini..
Eksistensi CSGO tersebut mulai tersaingi dengan beberapa game dengan genre berbeda. Sebut saja diantaranya Tom Clancy Rainbow Six: Siege dan VALORANT. Kedua game ini jelas mempunyai perbedaan besar, baik itu dari segi gameplay atau juga yang lain. Mari kita mulai dulu dari Tom Clancy Rainbow Six: Siege.
Game garapan dari Ubisoft ini dirilis pada tahun 2014. Game ini masih mengusung pola permainan tim 5v5, seperti game pada umumnya. Namun R6 memiliki konsep gameplay yang berbeda dari CSGO. Jika game buatan Valve itu menggunakan bom, dan pemain harus mematikannya, sementara R6 tidak begitu. Secara konsep gameplay, R6 mempunyai pola permainan di mana ada seseorang yang ditawan oleh pencuri, dan harus diselamatkan. Dengan pola permainan yang unik tersebut, Ubisoft tetap mengusung free to play pada R6. Hingga hari ini game tersebut tetap sukses bahkan sebagai esports.
VALORANT pun juga hampir sama. Nuansa 5v5 masih kental di dalam game buatan Riot Games tersebut. Game yang hadir pada tahun 2020 lalu mengusung permainan 5v5, dengan karakter yang lebih fantasi. Dari semua Agent (sebutan karakter yang ada pada VALORANT), mereka memiliki beberapa ability atau skill yang menarik.
Itulah sejarah perjalanan genre First Person Shooter dari awal dihadirkan hingga sekarang. Dari penjelasan di atas, banyak lika-liku dari berkembangnya genre FPS. Mulai dari grafik yang kurang menarik dan konsep game yang tidak menantang, hingga beralih ke grafik yang lebih ciamik dan pola game yang merepresentasikan FPS. Perkembangan genre yang terkait tembak-menembak ini juga memiliki keterkaitan atau hubungan dengan genre lain, yaitu dengan Third Person Shooter, Battle Royale atau penggabungan FPS dengan MOBA maupun RPG.
Sebagai informasi terakhir, di tahun ini akan dirilis film dokumenter yang membahas secara dalam tentang game FPS. Film berjudul First Person Shooter ini menghadirkan beberapa narasumber terkenal di dunia game dari genre tersebut. Dikabarkan, film dengan durasi tiga jam ini akan dirilis pada Desember nanti.