Fighting GamesKamus dan Serba-Serbi Esports

Hikayat Evo Moment #37, Momen Terpenting di Game Fighting Kompetitif

Bila kita membahas Evo Moment #37, maka akan ada dua nama yang selalu disebut-sebut. Nama yang pertama adalah Daigo Umehara. Sementara itu nama yang kedua adalah Justin Wong.

Kedua nama tersebut, terutama Daigo “The Beast” Umehara selalu menjadi legenda di kalangan penikmat game fighting. Utamanya bagi orang-orang yang bermain secara kompetitif atau mengikuti scene game fighting dengan teratur. Bila kamu belum mengenal Daigo Umehara dan Evo Moment #37 yang legendaris, izinkanlah kami bercerita lebih dahulu tentang momen istimewa ini.

Hikayat Evo Moment #37

Momen ini terjadi di 1 Agustus 2004, lebih tepatnya berlokasi di California State Polytechnic University, Amerika.

Saat itu dunia belum mengadaptasi internet dengan sempurna, sehingga game-game kompetitif biasanya dimainkan secara LAN (Local Area Network) atau bersebelahan. Hasilnya banyak sekali pemain profesional yang tidak dikenal oleh suatu komunitas hanya karena kita tidak mengetahui cara mereka bermain atau bahkan prestasi yang pernah mereka capai.

Daigo merupakan peserta asal Jepang yang mengikuti EVO di Amerika. Saat itu kebanyakan orang hanya mengetahui kalau Daigo memiliki julukan The Beast di Jepang. Sementara itu Justin Wong merupakan pemain MVC 2 (Marvel vs Capcom 2) yang ternyata sangat jago memainkan Street Fighter III: Third Strike.

Keduanya bertemu pertama kali ketika memperebutkan slot babak grand final Street Fighter III: Third Strike. Kejadian yang kemudian dikenal sebagai EVO Moment #37 ini secara spesifik merujuk pada bagian di ronde ketiga babak pertama pertarungan tersebut. Daigo menggunakan Ken, sementara Justin memakai Chun-li.

Di kedua babak sebelumnya, Daigo Umehara dan Justin Wong sama-sama sudah mengantongi satu kemenangan. Daigo memulai babak ketiga dengan kondisi ditekan Justin. Berkali-kali Daigo memakan bantingan mentah dari Justin hingga terdesak ke pojok. Nyawa Ken sudah hampir habis, sementara Chun-li yang dipakai Justin masih memiliki nyawa sekitar setengah dan waktu tersisa 26 detik lagi.

Lalu terjadilah peristiwa dramatis. Justin menyerang Daigo dengan Super Houyoku-sen milik Chun-li. Sebuah serangan beruntun dengan 15 tendangan bertubi-tubi. Daigo yang saat itu sekarat memilih untuk melakukan parry hingga akhirnya membalas serangan tersebut dengan combo B&B (Bread and Butter) yang ditutup dengan Shippu Jinraikyaku.

Salah satu penyelenggara turnamen dan announcer utama, Ben Cureton, diminta untuk membuat video highlight “Daigo Parry” setelah turnamen selesai. Cureton mengunggah video dengan judul “Evo Moment #37”, memilih nomor dua digit secara acak untuk mewakili isi video tersebut.

Mengapa Evo Moment #37 itu Sulit Dilakukan

Street Fighter memiliki sistem chip damage yang menyebabkan karakter kita akan kehilangan HP miliknya ketika menangkis serangan spesial atau jurus-jurus seperti Hadouken. Chip damage ini diberlakukan agar pemain tidak bermain pasif dengan menekan tombol belakang terus.

Street Fighter III: Third Strike memperkenalkan sistem parry yang mengizinkan seorang pemain menangkis semua serangan. Untuk melakukan parry, seorang pemain harus menekan tombol depan atau serong depan (untuk serangan bawah) di 6 hingga 10 frame serangan. Bila dikonversi secara langsung, pemain bisa melakukan parry di 1/10 detik sebelum serangan mendarat.

Walaupun secara teori mudah, tapi 1/10 detik itu jadi sangat sulit ketika serangannya memiliki kecepatan tinggi, multiple hit, atau tempo yang acak.

Pada Evo Moment #37, Daigo memiliki HP satu pixel dan waktu yang menipis. Bila dia memutuskan menahan serangan Houyoku-sen milik Chun-Li bisa dipastikan dia akan terkena chip damage dan kalah. Sementara itu dia tidak bisa lompat karena kecepatan serangan Houyoku-sen itu sangat tinggi sehingga sering disebut sebagai “teleport” Super.

Parry yang dilakukan Daigo sangat mustahil dilakukan manusia normal. Houyoku-sen memiliki 17 serangan (Daigo berhasil memparry 15 kali) dengan tempo yang berubah di tengah-tengah dan akhir.

Satu-satunya cara untuk melakukan parry tersebut adalah dengan mendengarkan cue teriakan yang dikeluarkan oleh Chun-Li, kemudian melakukan parry dengan tempo yang konstan seperti mengikuti Metronome.

Pada zaman itu gamer belum mengenal yang namanya headset gaming untuk konsol, karena itu mustahil untuk mendengarkan cue milik Chun-Li di tengah-tengah teriakan penonton yang berisik. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan Daigo adalah melihat serangan Chun-Li yang kecepatannya hampir sama dengan kedipan mata. Hal ini jelas sangat sulit dilakukan oleh siapapun, bahkan para pemain profesional Street Fighter III: Third Strike sekalipun.

Impak Evo Moment #37

Evo Moment #37 bukan hanya video berisikan dua pemain yang sangat jago bertemu dan kemudian menampilkan salah satu momen paling ikonik dalam sejarah esports. Evo Moment #37 adalah 10 detik dari rivalitas yang paling dinantikan dalam sejarah EVO. Dalam 10 detik tersebut Daigo memperlihatkan permainan dengan tingkatan setara dewa. Melakukan parry 15 input frame dengan sempurna yang sebelumnya tidak dapat diimpikan oleh siapapun.

Evo Moment #37 dicap sebagai momen paling seru dalam sejarah esports dan menjadi inspirasi besar bagi para pemain yang ingin bergabung ke esports khususnya game fighting. Banyak pemain yang bergabung ke FGC setelah mereka melihat momen The Beast Unleashed. Evo Moment #37 tidak hanya menginspirasi pemain di era baru, tetapi beberapa bahkan mengatakan bahwa EVO tidak akan berlanjut jika tidak ada Evo Moment #37.

Kemampuan yang diperlihatkan Daigo selama 10 detik itu bisa disandingkan dengan “Called Shot” yang dilakukan Babe Ruth atau pertandingan “Miracle on Ice” antara tim hoki Amerika melawan Uni Soviet di tahun 1980. Seperti yang diceritakan oleh Glenn Cravens dalam bukunya tentang Evo Moment #37. Momen tersebut mengguncang seluruh komunitas game hingga ke akarnya.

Evo Moment #37 Legacy

Evo Moment #37 sering digambarkan sebagai momen paling ikonik dan tak terlupakan dalam sejarah video game kompetitif. Menjadi salah satu momen yang paling banyak ditonton sepanjang masa, Kotaku membandingkannya dengan momen olahraga seperti tembakan Babe Ruth dan Miracle on Ice.

Dalam sebuah wawancara dengan John Guerrero dari EventHubs, Justin Wong menyatakan bahwa dia yakin Evo Moment #37 mungkin telah membantu “menyelamatkan” komunitas game fighting, yang saat itu sedang kurang aktif. Umehara memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang pertandingan tersebut dalam otobiografinya tahun 2016, di mana ia menjelaskan bagaimana ia secara singkat meninggalkan komunitas game fighting sesudahnya.

Versi online dari 3rd Strike, Street Fighter III: 3rd Strike Online Edition, menampilkan tantangan di mana pemain harus melakukan Daigo Parry. Sebuah parodi dari Evo Moment #37 disajikan dalam adaptasi anime 2012 dari Acchi Kocchi.

Pada tahun 2014, Daigo dan Justin mengadakan pertandingan ulang sebagai perayaan Evo Moment #37, di mana Justin sekali lagi berusaha untuk mengalahkan Umehara dengan Super Chun-Li Houyoku-sen . Umehara berhasil memparry Houyoku-sen lagi, tetapi Justin memiliki cukup HP untuk mengalahkan Daigo.

Evo Moment #37 telah dilihat lebih dari 30 juta kali, menjadikannya salah satu footage turnamen yang paling banyak ditonton sepanjang masa. Dalam pertandingan persahabatan di tahun 2016, pemain Street Fighter Ryan Hart secara khusus melakukan Daigo Parry tanpa melihat layar TV.

Penutup

Aman untuk mengatakan bahwa Evo Moment #37 menjadi bukti kalau keajaiban itu nyata. Pada kenyataannya momen unik yang terjadi pada 1 Agustus 2004 ini lebih dari sekadar seorang “Daigo” yang melakukan keajaiban.

Suatu saat pembaca Metaco bisa melihat kalau Evo Moment #37 menginspirasi banyak orang untuk terjun ke esports atau FGC. Evo Moment #37 bukan sekadar pertandingan game fighting. Itu adalah momen tunggal yang menginspirasi sekaligus memamerkan bahwa game membutuhkan level ketrampilan yang sama dengan olahraga apa pun di luar sana. Itu menunjukkan bahwa dunia kompetitif video game itu eksis dan esports baru saja dimulai.