Meskipun Stagnan di Tahun 2016, Masih Ada Harapan untuk Esports Hearthstone di Tahun 2017
Awal bulan November lalu, Hearthstone baru saja mengakhiri musim kompetitif atau esports untuk periode 2015-2016. Sirkuit Hearthstone Championship Tour yang diakhiri dengan Hearthstone World Championship 2016 di Blizzcon akhirnya dimenangkan oleh Pavel, pemain asal Rusia yang bermain untuk tim ANOX.
Turnamen Hearthstone World Championship 2016 itu sendiri berlangsung cukup seru. Ada banyak momen-momen yang berkesan, mulai dari permainan dan strategi yang gemilang sampai keberuntungan RNG yang sedikit gila.
Namun, kalau melihat sirkuit esports Hearthstone secara keseluruhan, Blizzard jelas punya banyak hal yang harus dibenahi agar ranah esports game ini bisa terus berkembang dan tidak sebaliknya mati. Karena setelah musim 2014-2015, Hearthstone tampaknya memperlihatkan tanda-tanda penurunan.
Tim Besar Mulai Mundur dari Hearthstone
Kalau dilihat dari konsep dasar permainan dan semua fitur yang ada di dalamnya, Hearthstone adalah game yang sangat bagus. Blizzard sebagai developer Hearthstone benar-benar bisa membuat game ini menarik perhatian banyak audience. Jadi jangan heran kalau Hearthstone hampir selalu menjadi salah satu lima game yang paling banyak disaksikan di Twitch.
Melihat popularitas itu, masuk akal kalau Blizzard kemudian memutuskan untuk membangun ekosistem esports untuk game ini. Berawal dari inisiatif itu, pada musim 2014/2015 banyak organisasi esports besar yang kemudian mulai membentuk tim atau divisi Hearthstone. Sebut saja beberapa di antaranya Na’Vi, Dignitas, Cloud9, dan Tempo Storm.
Namun, pada musim 2015-2016, banyak yang kemudian melangkah mundur. Pada tanggal 7 September lalu, Na’Vi menutup divisi Hearthstone mereka, yang berarti melepas pemain-pemain kuat seperti Sebastian “Ostkaka” Engwall dan Sebastian “Xixo” Bentert. Tidak lama setelah itu, Dignitas juga melakukan hal yang sama, melepas pemain Hearthstone mereka.
Nasib yang lebih naas mungkin dialami oleh Archon, tim yang dibentuk oleh salah satu streamer populer Hearthstone, Jason “Amaz” Chan. Didirikan tepat setelah Hearthstone World Championship 2014, Archon merekrut satu per satu pemain kuat, dan sepertinya akan menjadi salah satu tim yang sukses dan bertahan lama.
Mind if we roll need? @Amaz has joined the NRG family! Catch him live on https://t.co/Kzu6xdRhuL #WelcomeAmaz pic.twitter.com/oFBdKc1Fu9
— NRG (@NRGgg) September 6, 2016
Namun, begitu memasuki akhir tahun 2015, Archon seolah mati perlahan. Pemain-pemain kuat mereka satu per satu hengkang dari tim. Puncaknya ketika Amaz, yang merupakan pendiri Archon akhirnya direkrut oleh tim NRG pada tanggal 16 September.
Archon sekarang bisa dibilang mati. Akun Twitter Team Archon pun sekarang sudah berubah nama menjadi Amaz Production, sebuah media sosial terkait turnamen-turnamen yang akan diadakan oleh Amaz, seperti Amaz Team League Championship.
Sulitnya Menjadi Juara di Game yang Semakin Mudah
Dalam pengakuannya ketika melakukan live streaming, Amaz mengaku bahwa setelah beberapa sponsor berhenti untuk memberikan dana, Archon kesulitan untuk memperoleh pendapatan agar tetap bisa bertahan hidup. Alasan yang sama mungkin juga berlaku untuk Dignitas dan Na’Vi.
Mengapa pada awalnya organisasi esports merekrut pemain Hearthstone? Salah satu alasan tim merekrut pemain Hearthstone adalah untuk mengikuti turnamen mewakili nama organisasi mereka. Begitu memenangkan turnamen, atau memperoleh tiga besar secara konsisten, pemain tersebut akan disorot, begitu juga tim yang ia wakili.
Semakin sering pemain tersebut memenangkan turnamen Hearthstone, semakin terkenal juga pemain serta timnya. Popularitas itu nantinya bisa menjadi sumber pendapatan, entah itu dari penjualan merchandise, peluang mendapatkan sponsor baru, tambahan penonton dari streaming atau video, dan masih banyak lagi.
Masalahnya adalah, memenangkan turnamen atau bahkan sekedar punya prestasi yang konsisten di turnamen Hearthstone adalah hal yang sangat sulit saat ini. Apakah karena game ini terlalu sulit? Tidak juga.
Ostkaka adalah juara dunia tahun 2015, dan Xixo serta semua (mantan) pemain Archon adalah pemain-pemain yang sangat hebat dan berpengalaman. Malah yang terjadi, ironisnya, adalah sebaliknya.
Blizzard terkenal dengan filosofinya dalam membuat game yang mudah dipelajari, tapi sulit dikuasai. Namun berbeda dengan game ini. Hearthstone saat ini memang mudah dipelajari, akan tetapi juga cukup mudah dikuasai.
Kalau kamu mengikuti meta-game Hearthstone sekarang, ada sangat banyak deck sangat kuat dan solid yang bisa “bermain dengan sendirinya”. Artinya deck tersebut cukup linier dan jarang memaksa pemain untuk berpikir keras, menelaah situasi secara medalam, dan mengambil keputusan yang penting.
Selain itu, adanya kartu dengan efek acak (random) yang tidak sehat juga membuat beberapa kasus di mana menang atau kalahnya sebuah pertandingan hanya ditentukan oleh siapa yang lebih beruntung.
Pada akhirnya, secara ekstrim, kamu tidak perlu menjadi seorang jenius seperti Ostkaka atau Xixo untuk bisa menjadi pemain hebat di Hearthstone. Kamu hanya perlu menjadi “cukup jago” dan (sesekali) beruntung agar bisa menjadi juara di turnamen Hearthstone.
Imbasnya, nama pemain yang menjuarai turnamen besar selalu berubah. Tidak ada pemain yang bisa memberikan hasil yang konsisten. Bagi pemain dan timnya, inkonsistensi ini membuat mereka kesulitan untuk meningkatkan popularitas diri dan juga brand yang ia wakili. Lalu bagi penonton seperti saya, ranah esports Hearthstone jadi kurang menarik, sulit diikuti, dan sangat miskin storyline atau narasi.
Ostkaka mungkin menjadi juara dunia di tahun 2015, tapi di lomba berikutnya seperti Seatstory Cup IV, ia langsung gugur di babak kedua, dan Dan “SuperJJ” Janßen dari CompLexity yang relatif baru di pro scene ternyata keluar sebagai juara.
Lalu beberapa bulan kemudian keduanya absen dari Hearthstone World Championship 2016, dan juara baru lahir. Lantas, siapa sebenarnya yang paling jago dan bisa saya dukung sebagai jagoan saya selama setahun ke depan?
Format Turnamen yang Tidak Mendukung
Selain kondisi meta-game yang bisa saya bilang kurang sehat, format yang digunakan di sirkuit esports Hearthstone tahun 2016 yang bernama Hearthstone Championship Tour juga menurut saya malah memperburuk situasi.
Semua Hearthstone Championship Tour, baik itu Winter, Spring, atau Summer, selalu menghadirkan ratusan peserta yang kemudian harus bertanding di double elimination bracket. Artinya, seorang pemain paling jago sekalipun bisa saja gugur dari turnamen setelah dua kali bertanding.
Untuk sebuah game kartu seperti Hearthstone, dua pertandingan adalah sampel yang sangat kecil untuk menilai keahlian seorang pemain.
Bagaimana kalau dalam pertandingan pertama, ia sangat tidak beruntung, tidak menemukan kartu yang ia butuhkan dari draw, dan kalah. Lalu di pertandingan kedua ia bertemu dengan pemain yang kebetulan memiliki hard-counter dari deck yang ia bawa.
Apakah itu membuatnya menjadi pemain yang buruk? Tidak juga, ia mungkin hanya tidak beruntung. Mungkin di pertandingan ketiga ia tidak akan sesial itu. Sayangnya tidak ada pertandingan ketiga untuknya karena dia sudah gugur.
Semua faktor tersebut membuat sirkuit kompetitif Hearthstone di musim 2016 menjadi tidak berkembang. Dengan mengusung sistem turnamen terbuka tanpa sama sekali mengundang pemain (tidak ada direct invite), nama-nama terkenal yang dijamin mengundang audience tidak selamanya bisa hadir di turnamen ini karena kondisi meta-game dan format turnamen yang tidak sehat.
Sekali lagi, saat ini, bahkan pemain jenius sekalipun bisa kalah menghadapi siapapun dari 128 pemain lain di kualifikasi Hearthstone Championship Tour.
Berpindah ke Dunia Konten
Karena sulitnya membangun brand, penggemar, dan menciptakan narasi yang menarik melalui turnamen, pemain dan tim akhirnya mencari media lain untuk melakukan itu dengan tangan sendiri. Salah satu cara yang paling populer dan terbukti efektif adalah dengan membuat konten sendiri, terutama melalui live streaming dan membuat video di YouTube.
Itulah yang dilakukan pemain-pemain terkenal dan punya segudang pengalaman. Jeffrey “Trump” Shih, Andrey “Reynad” Yanyuk, dan Amaz sendiri adalah segelintir dari pemain yang sekarang paling banyak ditonton di Twitch ataupun YouTube. Sebelumnya, mereka adalah nama langganan di turnamen besar Hearthstone.
Sayangnya, membuat konten bukanlah sesuatu yang mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Jago bermain Hearthstone tidak serta merta akan membuat seorang pemain punya channel Twitch dan/atau YouTube yang terkenal. Mereka harus punya kepribadian yang menarik dan bisa menghibur penonton.
Reynad, Trump, dan Amaz yang saya sebutkan di atas bisa melakukan itu, dan akhirnya memilih untuk fokus ke streaming. Ada juga pemain yang bisa membuat konten secara konsisten namun masih tetap berada di puncak ekosistem esports Hearthstone seperti Thijs “ThijsNL” Molendijk yang menjadi salah satu dari 16 peserta di Hearthstone World Championship 2016 lalu.
Namun di sisi lain, ada juga yang jago bermain Hearthstone, namun tidak punya persona kuat di depan kamera. Salah satunya adalah juara dunia tahun lalu, Ostkaka. Untuk pemain seperti ini, satu-satunya cara untuk menjadi terkenal adalah dengan memenangkan turnamen secara konsisten.
Untuk tim dan organisasi sendiri, mereka pada akhirnya akan lebih memilih mensponsori streamer terkenal. Kecuali mereka bisa menemukan pemain serba bisa seperti ThijsNL.
Masih Jauh dari Kematian, Saatnya Berbenah untuk 2017
Dengan kondisi seperti itu, apakah ekosistem esports Hearthstone akhirnya akan mati dan harus berakhir sebagai game kasual yang populer? Tentu tidak. Kalau Blizzard bisa berbenah dengan baik, Hearthstone masih akan menjadi salah satu cabang esports yang cukup populer.
Meskipun beberapa tim akhirnya mundur, tim seperti G2 Esports, Cloud9, dan Tempo Storm masih berdiri dengan kokoh. Robert Del Papa selaku chief business officer Tempo Storm mengaku bahwa ini bukan saatnya mundur dari Hearthstone. Sebaliknya, ini adalah saatnya untuk mulai lebih aktif berinvestasi di Hearthstone, baik dalam ranah casual ataupun kompetitif.
Beberapa tim juga sepertinya melihat dan melakukan hal yang sama. Belum lama ini, Alliance untuk pertama pertama kali terjun ke ranah esports Hearthstone dengan merekrut Jon “Orange” Westberg dan Ostkaka. Dengan merekrut Amaz dan William “Amnesiac” Barton, NRG Esports juga sepertinya ingin melakukan investasi yang serius ke dunia Hearthstone.
Blizzard sendiri juga mulai berbenah. Saat Hearthstone World Championship 2016 lalu, Blizzard mengumumkan sistem sirkuit kompetitif baru mereka, yaitu Hearthstone Championship Tour, Hearthstone Global Games, dan Hearthstone Inn-vitationals. Hearthstone Championship yang merupakan turnamen utama juga akan menggunakan Swiss sebagai format turnamen mereka.
Dengan menyediakan tiga fitur turnamen resmi ini, Blizzard memberikan ruang untuk semua pemain agar bisa meniti karir esports di Hearthstone, sambil tetap menjamin bahwa nama-nama terkenal seperti Reynad, Ostkaka, dan Amaz juga mendapatkan sorotan dan tempat untuk unjuk gigi.
Selain itu, dengan hadirnya ekspansi baru Mean Streets of Gadgetzan bulan Desember ini serta rotasi Standard tahun depan, meta-game yang saat ini dipenuhi oleh Shaman tentunya akan berubah juga.
Apakah cukup untuk membuat ranah esports Hearthstone kembali bergerak ke arah yang lebih baik? Mungkin saja. Blizzard menjamin akan melakukan perubahan. Para pemain dan tim juga tetap berusaha agar bisa memajukan ekosistem Heartstone dengan tujuan akhir memperkuat brand mereka di game ini. Mari kita lihat di tahun 2017 nanti.