Fighting Games

Bagaimana Satu Karakter Membunuh Sebuah Game Esports

Menjaga balance sebuah game tentu bukanlah hal yang mudah. Kadang ada saja saat di mana sebuah game punya elemen yang overpowered atau terlalu kuat. Ini kadang terjadi karena developernya luput melihat satu atau dua hal, atau yang lebih sering lagi, pemainnya sendiri menemukan cara yang membuat satu atau dua hal jadi sangat atau bahkan terlalu kuat.

Terlepas dari itu, satu atau dua hal yang lebih kuat dari yang lain bukanlah hal yang buruk. Tapi ceritanya jadi beda jika satu atau dua hal tersebut sangat mendominasi dan tidak bisa dibendung oleh siapapun. Lebih parah lagi jika game tersebut sudah mencapai titik akhir siklus hidupnya.

Hal itulah yang terjadi ke salah satu game Nintendo WiiU yaitu Super Smash Bros. for WiiU atau Smash 4.

Dibenci Karena Terlalu Kuat

karakter-membunuh-game-esports
Sumber: RedBull.com

Sebagai DLC terakhir untuk game-nya, Smash 4 menghadirkan dua karakter baru yaitu Corrin dari Fire Emblem dan Bayonetta dari serial Bayonetta. Untuk game seperti Smash 4, DLC terakhir menandakan fase akhir dari game tersebut. Maksudnya adalah setelah beberapa balance patch tambahan, game tersebut tidak akan mendapatkan update atau balance patch lanjutan.

Kabar buruknya adalah, Bayonetta ternyata adalah karakter yang terlalu kuat.

Karakter baru atau karakter DLC yang lebih kuat dari karakter lain bukanlah hal yang asing bahkan untuk Smash 4 itu sendiri. Karakter DLC sebelum Bayonetta, yaitu Cloud Strife dari Final Fantasy VII juga dianggap dari karakter lain dalam permainan. Tapi kekuatan Bayonetta sendiri mencapai level yang tidak disangka.

Jika harus dijelaskan dengan singkat, Bayonetta bisa dibilang tidak punya kelemahan. Ia juga punya combo yang bisa menggiring lawan hingga ke ujung arena permainan dan membunuhnya. Tidak hanya itu, ia bisa melakukannya dari mana saja dan tidak perlu komitmen atau latihan yang intens dari pemainnya.

Karena terlalu kuat, Nintendo kemudian memberikan sejumlah nerf ke Bayonetta. Sayangnya nerf tersebut jauh dari cukup dan ia tetap tidak bisa dikalahkan. Komunitas fighting game dan Smash umumnya punya satu tradisi ketika karakter OP seperti ini muncul: siapapun yang memainkannya akan dibenci. Karena (hampir) semua pemain Smash setuju bahwa karakter ini terlalu OP, tidak ada yang keberatan jika pemain Bayonetta dibenci.

Puncak kebencian ini terjadi di babak final EVO 2018. Kedua pemain menggunakan Bayonetta, tapi sepanjang permainan masing-masing sepertinya tidak bermain dengan serius. Tidak tanggung-tanggung, keduanya kemudian diam tidak melakukan apa-apa selama lebih dari satu menit hingga penyelenggara akhirnya memaksa mereka untuk kembali bermain.

“Insiden” tersebut menyulut drama. Banyak yang menganggap bahwa kedua pemain meremehkan prestise turnamen sekelas EVO, ada juga yang membela. Terlepas dari itu, semua drama tersebut sekali lagi terjadi karena betapa kuatnya Bayonetta.

Momen tersebut juga secara tidak langsung mengakhiri hidup Smash 4 tidak hanya sebagai game tapi juga sebagai esports. Pengumuman Super Smash Bros. Ultimate untuk Nintendo Switch tidak lama setelah final EVO 2018 juga membuat pemain tidak lagi peduli dengan game tersebut. Memang, hadirnya sekuel dari sebuah game fighting secara tidak langsung mengakhiri hidup game pendahulunya. Tapi Smash 4 mati sebelum penerusnya hadir.


Ironisnya adalah, Bayonetta hadir di Smash 4 karena permintaan dari mayoritas penggemarnya. Tidak ada yang menyangka bahwa apa yang mereka minta ternyata menjadi monster yang dibenci dan perlahan membunuh game kesayangan mereka. Untungnya hal yang sama tidak terjadi di Smash Ultimate.