Kemunduran TI11: Gagalnya Valve Menangani Dota 2 di Tahun 2022
Dota 2 adalah salah satu game paling populer di dunia. Walau tidak memainkannya, kami yakin kalian tahu game MOBA buatan Valve ini. Sejak dirilis ke publik pada tahun 2013, Dota 2 telah menarik jutaan pemain. Popularitas tersebut juga tercermin di scene kompetitifnya, apalagi kalau bukan The International (TI).
Setiap tahun, para penggemar selalu siap untuk menonton turnamen terbesar Dota 2 itu. Tak berhenti sampai di sana, mereka juga tak ragu untuk menggelontorkan uang untuk membeli Battle Pass guna mendukung game serta tim kesayangan mereka. Alhasil dari tahun ke tahun prize pool dari TI terus bertambah besar. Puncaknya, TI 2021 menjadi ajang esports dengan total hadiah terbesar hingga saat ini, yaitu mencapai lebih dari $40 juta.
Melihat pencapaian tersebut, wajar jika banyak yang berharap lebih kepada turnamen TI selanjutnya. Sayangnya, ekspektasi besar itu dihancurkan dengan segala masalah yang muncul di TI11. Mulai dari Battle Pass yang dirilis oleh Valve, kritikan dari para talenta Dota 2, hingga masalah produksi dari TI11 itu sendiri. Imbasnya adalah prize pool yang jauh lebih kecil dibanding TI sebelumnya dan berkurangnya jumlah penonton.
Kegagalan tersebut membuat banyak penggemar bertanya-tanya tentang bagaimana masa depan Dota 2. Jika dibandingkan dengan rivalnya, League of Legends, di tahun ini, TI dan Valve terlihat inferior di banyak aspek. Jadi, apakah ini awal mulai kejatuhan supremasi Dota 2?
Bentuk protes dari komunitas Dota 2 di TI11
Menurunnya prize pool TI bukan tanpa sebab. Ada beberapa faktor yang kemungkinan memengaruhi penurunan tersebut, di antaranya pandemi, daya beli para penggemar, dan jadwal perilisannya yang mepet. Namun, kami berpendapat bahwa fenomena ini punya akar masalah yang lebih dalam dari apa yang tampak di permukaan.
Tak bisa dipungkiri jika Battle Pass Dota 2 yang dikeluarkan oleh Valve untuk TI11 jauh dari harapan banyak penggemar. Tak sedikit orang di komunitas Dota 2 merasa konten yang dirilis di Battle Pass tahun ini berkurang. Total Arcana yang didapatkan dipangkas, tidak ada creeps dan terrain, hilangnya kotak Immortal ketiga, dan lain sebagainya.
Masalah ini yang kami rasa menyakitkan hati banyak penggemar Dota 2. Valve dianggap setengah hati membuat Battle Pass tersebut. Kebijakan untuk memangkas konten juga dicap sebagai bentuk keserakahan Valve. Karenanya, banyak orang yang memutuskan untuk tidak membeli Battle Pass TI11.
Bisa dibilang ini adalah sebuah pernyataan dari komunitas Dota 2. Mereka sadar bahwa mengikuti permintaan Valve setiap tahun tidak akan membuat mereka berkembang. Dengan tidak membeli, mereka melakukan kritik kepada pengembang Dota 2 itu untuk berbenah. Hal ini pantas dilakukan terutama setelah melihat masalah kualitas dari TI11 yang bisa dibilang cukup buruk.
Kalah menarik dengan World 2022
Selain masalah-masalah yang disebut di atas, narasi yang dibawakan di TI11 juga terkesan kurang menarik jika dibanding dengan turnamen terbesar League of Legends, World 2022. Kami tentu tidak ingin merendahkan perjuangan tim finalis TI11, Tundra Esports dan Team Secret. Keduanya merupakan tim hebat dan pantas masuk ke Grand Final. Namun, apabila melihat narasi yang disuguhkan World, kami yakin kalian punya pendapat yang sama.
Grand Final World 2022 mempertemukan dua pemain bintang yang memiliki nasib berbeda, Faker dari T1 dan Deft dari DRX. Keduanya memulai karir di saat yang sama dan bahkan pernah satu sekolah. Namun seperti yang sudah banyak orang tahu, Faker adalah pemain yang lebih sukses. Bersama dengan T1, Faker telah memenangkan tiga Worlds.
Bagaimana dengan Deft? Meski sudah sering mengikuti turnamen tersebut, Deft sama sekali belum pernah menjadi juara. Akan tetapi, penantian panjang Deft telah selesai. Tidak ada yang lebih manis dibanding memenangkan World pertama dengan mengalahkan rival terberat kalian, dan Deft melakukannya di tahun 2022.
DRX juga contoh bagaimana cerita Cinderella terjadi di sebuah turnamen besar. Memulai perjalanan mereka dari babak Play-in, DRX sukses melaju ke babak eliminasi dengan menjadi pemuncak grup bersama Rogue. Setelahnya, mereka secara luar biasa mengalahkan musuh-musuh terberat di World 2022, yaitu juara bertahan, EDward Gaming, dan Top Seed LCK, Gen.G Esports.
Narasi ciamik di atas tidak kami temukan di TI11. Babak Grand Final pun terbilang berjalan dengan cepat, di mana Tundra Esports menaklukkan Team Secret dengan skor telak 3-0. Tentunya, menarik atau tidaknya sebuah turnamen adalah masalah subjektif. Namun, jika menilik sejarah TI, tiada kata selain kemunduran yang cocok diberikan untuk turnamen terbesar Dota 2 di tahun ini.