Dota 2

Sebuah Pelajaran Mengenai Format dan Peraturan Turnamen

Kualifikasi tertutup PGL Bucharest Open lalu ternyata menuai sedikit kontroversi. Setelah lama tidak digunakan di Dota 2, mereka menggunakan time-rating sebagai penentu tie-breaker grup round robin mereka.

Meskipun menuai protes publik, pada akhirnya peraturan ini tidak bisa diganggu gugat karena kualifikasi tersebut sudah terlanjur berjalan. Namun format yang digunakan oleh PGL adalah sebuah pelajaran betapa penting namun sulitnya menentukan format turnamen yang tepat, dan kenapa kamu sebagai penyelenggara tidak boleh sembarangan menentukannya.

Apa yang Terjadi?

dota-2-pgl-minor-pelajaran-format-turnamen-epicenter-PGL-group

Pada fase grup kualifikasi PGL Open Bucharest, jika ada tim yang memiliki poin yang sama, peringkat akhir akan ditentukan berdasarkan time-rating, alias siapa yang secara rata-rata bisa memenangkan permainan lebih cepat.

Karena peraturan tersebut, di kualifikasi Asia Tenggara, Fnatic harus rela gugur begitu saja dari kualifikasi turnamen Minor Dota 2 ini. Padahal di dalam grup mereka memiliki hasil akhir yang sama dengan dua tim lain, yaitu Happy Feet dan Mineski (2-1).

Tim yang menjadi peserta sudah mengetahui peraturan ini sejak awal. Namun tidak untuk penonton biasa. Selain itu, hampir semua orang tidak setuju dengan diberlakukannya sistem time rating ini, apalagi jika dikombinasikan dengan format grup round robin.

Ini bukan pertama kalinya penyelenggara turnamen Dota atau Dota 2 menggunakan time-rating sebagai penentu tie-breaker. Turnamen seperti ESWC menggunakan ini sejak tahun 2010 lalu. Namun karena mulai menuai kontroversi, salah satunya di turnamen RaidCall EMS One 2013, peraturan time rating ini mulai ditinggalkan.

Setelah diketahui oleh publik, banyak orang yang heran mengapa penyelenggara seperti PGL masih menggunakan time-rating di tahun 2017 ketimbang menggunakan opsi lain.

Jangan Nilai Kemampuan Tim/Pemain Berdasarkan Hal yang Tidak Relevan

dota-2-pgl-minor-pelajaran-format-turnamen-bracket

Mengadakan turnamen berarti mencari tahu siapa pemain atau tim terbaik dalam turnamen tersebut. Artinya format dan peraturan turnamen yang kamu buat harus sebisa mungkin memenuhi tujuan tersebut.

Pada saat yang sama, format dan peraturan tersebut juga harus meminimalisir pengaruh atau faktor eksternal yang tidak bisa dikendalikan tapi bisa mengubah hasil pertandingan. Lalu terakhir, format dan peraturan turnamen harus benar-benar mengabaikan faktor yang tidak relevan dalam menentukan siapa tim/pemain yang lebih baik, atau yang tidak bisa dibandingkan dengan setara.

Jika tiga hal dasar tersebut tidak bisa dilakukan, tim atau pemain yang lebih baik tidak selamanya menang atau menjadi juara. Lalu di saat yang sama tim atau pemain yang menjadi peserta juga bisa mencari-cari alasan kenapa ia atau timnya kalah.

Memang, pemain bisa saja bermain dengan buruk atau tidak berada dalam kondisi yang prima. Namun itu adalah kesalahan pemain atau tim itu sendiri, bukan sesuatu yang bisa mereka salahkan ke orang lain saat mereka kalah.

Nah, ayo kita lihat kembali ke PGL Open Bucharest, dan mengapa time-rating adalah sistem yang tidak cocok di turnamen untuk game seperti Dota 2.

dota-2-pgl-minor-pelajaran-format-turnamen-ancient

Dalam sebuah pertandingan Dota 2, pemenang ditentukan dari siapa yang berhasil menghancurkan ancient lawan. Semua aspek lain seperti kill, net worth, tower kill, item, durasi permainan, dan hal lainnya sama sekali tidak memegang pengaruh.

Sebuah tim bisa saja kehilangan semua tower yang ia miliki namun berhasil memenangkan pertandingan hanya dengan menggebrak mid langsung ke ancient. Sebuah tim bisa saja menang meskipun ketinggalan 1-20 dalam kill score. Kamu cuma perlu menghancurkan ancient, dan tim yang lebih baik adalah tim yang bisa menghancurkan ancient lawan lebih dulu.

Dengan argumen tersebut, durasi pertandingan adalah sesuatu yang tidak punya relevansi dalam sebuah turnamen Dota 2. Mungkin saja sebuah tim memang lebih suka bermain dengan strategi atau komposisi yang fokus pada late game sehingga pertandingan mereka cenderung berlangsung lama. Apakah tim yang bermain lebih lambat lebih buruk dari tim lain? Sama sekali tidak. Toh mereka sama-sama bisa menghancurkan ancient lawan.

Berpengaruh Pada Kualitas Pertandingan

Terakhir, memaksakan hal yang tidak relevan sebagai tie-breaker akan memaksakan pertandingan yang tidak menarik untuk disaksikan. Dalam konteks time-rating untuk Dota 2 misalnya, tim yang ingin lolos dari grup dan menghindari tie-breaker mau tidak mau harus menggunakan strategi yang memungkinkan mereka menang secepat mungkin. Lalu di sisi lain, tim lawan bisa saja dengan sengaja menggunakan strategi super bertahan agar tim lawannya tidak bisa melakukan itu entah untuk alasan apapun.

Pada akhirnya, pertandingan tersebut menjadi kontes mengejar waktu, bukan menghancurkan ancient layaknya pertandingan Dota 2 biasa. Paling parah, pertandingan tersebut akan terlihat sangat membosankan, tidak menghibur, atau malah mempromosikan permainan Dota 2 yang tidak sehat. Pada akhirnya, baik penonton maupun penyelenggara akan dirugikan.

Memang, semua tim biasanya tidak akan memikirkan hal itu karena mereka selalu fokus untuk menang tanpa memperhatikan waktu. Namun tahu ataupun tidak, kondisinya tetap buruk dan menempatkan tim dalam posisi yang membingungkan.

Tidak Hanya di Dota 2 atau MOBA Saja

dota-2-pgl-minor-pelajaran-format-turnamen-epicenter-csgo-2016

Perkara time-rating ini juga tidak cuma terjadi di Dota 2. IEM Global Challenge untuk cabang League of Legends juga sempat menggunakan time-rating untuk menentukan tie-breaker, paling tidak di beberapa tahun awal.

Hal yang sama juga berlaku untuk game esports lain, namun untuk aspek yang berbeda. Dalam turnamen Epicenter CS:GO 2016 misalnya, muncul kontroversi karena penyelenggara turnamen menggunakan round score atau round difference. Pada turnamen tersebut empat tim yang tergabung dalam satu grup ternyata memiliki poin yang sama. Namun karena mendapatkan round difference paling kecil, NiP harus gugur dari turnamen.

Sama seperti durasi pertandingan di Dota 2 dan League of Legends, skor akhir pertandingan juga merupakan hal yang tidak relevan di CS:GO. Tujuan akhir pertandingan adalah first to 16, dan begitu ada tim yang mendapatkan skor 16 lebih dulu, pertandingan dihentikan. Bahkan jika skor tersebut 16-0 sekalipun, tim yang kalah tidak akan mendapatkan kesempatan untuk merebut sedikit skor di sisa ronde yang belum dimainkan.

Sistem tersebut tentu tidak adil, karena tiap pertandingan tidak mempertandingan jumlah ronde yang sama. Satu pertandingan bisa berakhir 16-2 (18 ronde), sedangkan pertandingan lain bisa berakhir 16-14 (30 ronde penuh). Belum lagi tiap pertandingan mempertandingkan map yang berbeda, dan tiap map punya dinamika yang berbeda yang tentunya berpengaruh ke skor akhir pertandingan seperti yang dijelaskan oleh Thorin pada video di atas.

Dilema Memilih Format yang Tepat dan Ketersediaan Sumber Daya

dota-2-pgl-minor-pelajaran-format-turnamen-logistik

Memang, tie-breaker yang paling ideal untuk format grup round robin adalah dengan sekali lagi mengadu tim yang punya skor atau poin yang sama. Dengan begitu siapa tim yang lebih baik akan terbukti dengan jelas.

Namun penyelenggara turnamen mungkin punya keterbatasan. Apalagi dalam kasus PGL Open Bucharest di atas, ada tiga tim yang punya skor yang sama. Artinya mereka harus sekali lagi melakukan round robin untuk ketiga tim tersebut. Begitu juga dengan Epicenter CS:GO 2016, di mana semua tim dalam satu grup memiliki skor yang sama.

Penyelenggara turnamen mungkin tidak punya waktu untuk melakukan pertandingan tie-breaker, apalagi jika melibatkan lebih dari dua tim. Belum lagi dua turnamen tersebut juga menggunakan format round robin untuk grup mereka, yang jelas-jelas menguras waktu.

Pelajaran dalam Mengadakan Turnamen

dota-2-pgl-minor-pelajaran-format-turnamen-grup

Apakah mereka bisa terhindar dari masalah jika mereka menggunakan format grup yang berbeda? Mungkin. Saya sendiri juga merasa bahwa format grup terbaik dalam sebuah turnamen esports berbasis tim seperti Dota 2, League of Legends, dan CS:GO adalah GSL. Format ini menghindari situasi tie-breaker sepenuhnya serta menghindari pertandingan yang tidak penting. Apalagi PGL Open Bucharest dan Epicenter 2016 juga mempertemukan empat tim di satu grup, jumlah yang pas untuk format GSL.

Terlepas dari itu, masalah ini menjadi pengingat bahwa membuat format yang tepat untuk sebuah bukanlah hal yang mudah. Lalu semakin banyak atau panjang fase turnamen yang kamu adakan, semakin sulit juga tantangan dalam membuat format serta peraturannya.

Tie-breaker yang kami bahas di sini hanyalah satu bagian dari rangkaian format dan peraturan turnamen. Jika kamu menggunakan sistem grup, kamu harus menentukan format yang tepat. Apakah menggunakan format round robin, double round robin, GSL, atau format lain? Jika menggunakan bracket, apakah kamu ingin menggunakan format single elimination atau double elimination?

Lalu format pertandingan mana yang paling adil dan benar-benar menunjukkan siapa tim/pemain yang lebih baik? Best of one, best of three, best of five, first to X (X adalah angka), atau yang lainnya?

dota-2-pgl-minor-pelajaran-format-turnamen-bracket-ti7

Jika kamu ingin menarik beberapa tim terbaik dari fase grup ke bracket playoff, kamu harus menentukan bagaimana seeding untuk bracket tersebut. Dengan kata lain, bagaimana menentukan siapa yang akan bertemu siapa di bracket. Apakah itu sudah cukup adil untuk semua tim atau tidak? Kemudian dari situ kamu mungkin harus melihat kembali format grup yang kamu buat? Apakah format tersebut sudah bisa menciptakan seeding yang paling tepat dan objektif?

Semua perhitungan tersebut kemudian harus kamu perhitungkan dengan sumber daya dan waktu yang kamu miliki. Jika ternyata kamu tidak punya banyak waktu atau sumber daya, memaksakan double elimination bracket mungkin adalah hal yang sulit. Namun kamu tetap harus mencari cara agar turnamen yang kamu adakan mengeluarkan juara yang benar-benar kredibel. Toh kamu tidak ingin memberikan uang hadiah yang kamu peroleh dengan susah payah ke tim yang ternyata hanya beruntung.

Tidak cuma itu, tiap game punya dinamika dan bahan pertimbangan yang berbeda. Format yang tepat di satu game tidak selamanya bisa digunakan di turnamen game lain. Karena itu, jika kamu ingin mengadakan turnamen game, pastikan kamu benar-benar mengenal game yang kamu pertandingkan, terutama dari segi kompetitif.

Jika kamu tidak bisa menciptakan format yang adil dan objektif untuk semua orang, kamu akan kesulitan meyakinkan tim-tim besar untuk mau bertanding di turnamen yang kamu adakan.