Menyibak Hitam Putih Gamers Wanita di Ranah Esports Indonesia
Kalau kita berbicara tentang esports di Indonesia, mungkin kamu akan langsung mengasosiasikannya dengan para pemain profesional dan tim yang dibelanya. Mereka ini biasa kita sebut sebagai atlet esport atau gamer profesional.
Sekilas, kamu dapat melihat permukaan industri esports ini didominasi oleh kaum adam. Coba kamu sebutkan beberapa tim besar dari Indonesia, saya yakin hampir semuanya beranggotakan pria.
Namun bukan berarti tidak ada tim esports wanita yang kiprahnya signifikan di sini. Jika kamu bisa menggali lebih dalam lagi, mudah sekali kok menyebutkan dua tiga tim wanita yang berkiprah dengan gemilang di ranah esports Indonesia.
Lho, mengapa hanya dua tiga tim saja? Bukannya banyak gamers wanita di Indonesia yang bergabung menjadi sebuah tim esports?
Setelah saya mengamati esports Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini dari balik kacamata instansi media, saya bisa berpendapat kalau tidak seluruh gamers wanita di Indonesia adalah sosok “atlet” yang berkiprah di esports secara kompetitif.
Pertanyaannya, apakah ini hal yang buruk bagi industri esports Indonesia? Apakah kehadiran gamers wanita yang notabenenya ternyata sebagai ambassador atau ikon saja malah membelokkan filosofi mulia dari esports Indonesia itu sendiri?
Selain menjawab pertanyaan tersebut, dalam pembahasan ini saya juga ingin sekaligus mengajakmu mengintip dunia gamers wanita di Indonesia. Kalau kamu memang penasaran dengan kiprah wanita di dunia esports, atau memang ingin berdiskusi mengenai hal ini, simak artikel ini sampai habis ya.
Esports adalah Industri Hiburan, Bukan Hanya Ajang Memenangkan Lomba
Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai gamers wanita, mari kita menyamaratakan pandangan terlebih dahulu. Mungkin beberapa dari kamu memiliki filosofi kalau esports semata adalah tempat untuk mengharumkan nama bangsa, mengangkat piala, atau memperoleh uang dari memenangkan kompetisi.
Ternyata, esports lebih dari itu. Kita tidak bisa pura-pura buta akan besarnya elemen hiburan di sana. Karena, well, penonton yang merasa terhibur dengan panggung esports adalah apa yang membuat esports itu sendiri terus hidup. Ya, saya berbicara tentang para sponsor/pendukung esports yang ingin produknya dilihat dan dikenal oleh banyak orang.
Namun perlu kamu ingat, meskipun esports adalah industri hiburan dalam arti luas, namun esensi kompetitif dan sportifitas di dalamnya tetap ada. Anggaplah para sponsor yang mendukung esports ini sebagai pohon, dan pertandingan yang kamu tonton adalah buah untuk dinikmati.
Mengidentifikasi Gamer Wanita di Indonesia
Seperti yang saya katakan sebelumnya, tidak semua gamers wanita di Indonesia berkiprah sebagai atlet esports kompetitif. Meskipun mereka berada di bawah payung yang mengatasnamakan sebuah tim esports, namun apa yang mereka lakukan secara rutinlah yang sebenarnya mengidentifikasi mereka sebagai sebuah entitas tim esports atau hanya brand ambassador belaka.
Di bawah ini, saya ingin memberikanmu tiga gambaran berbeda untuk memperjelas berbagai peran gamers wanita yang ada di Indonesia.
Pertama misalnya, tim female gamer XYZ (bukan nama asli) yang mengklaim kalau mereka adalah tim esports wanita. Setiap harinya, mereka secara rutin menyempatkan diri untuk berlatih meskipun hanya beberapa jam saja. Kemudian di akhir pekan, tim XYZ mencari-cari turnamen online atau offline lokal sebagai aksi unjuk gigi.
Tim kedua adalah ABC yang masing-masing anggotanya adalah perempuan. Lengkap dengan jersey yang sudah terpasang beberapa logo sponsor, mereka juga mengumumkan diri mereka sebagai tim esports wanita.
Apa yang tim ABC lakukan setiap hari adalah bermain secara casual bahkan lebih terkesan berlatih sendiri-sendiri. Selain bermain, agenda besar mereka adalah membangun brand produk mereka atau dari para sponsor melalui berbagai channel yang dikuasai.
Misalnya, tim ABC sering mengadakan giveaway produk dari sponsor mereka melalui fanpage Facebook, ataupun membuat video showcase produk yang nantinya diunggah ke YouTube. Namun, mereka jarang sekali ikut serta dalam sebuah turnamen, apalagi yang skalanya besar.
Contoh ketiga kurang lebih gabungan dari keduanya. Anggaplah tim bernama JKL yang seluruh anggotanya perempuan, rutin berlatih setiap hari, rajin mengikuti berbagai turnamen, dan tetap aktif memenuhi permintaan sponsor untuk membesarkan brand mereka di berbagai channel yang ada.
Dari tiga perbandingan tersebut, terlihat seakan tim JKL adalah contoh yang ideal. Sebagai tim esports, baik pria atau wanita, mengasah kemampuan adalah hal yang sangat penting. Saya yakin kamu juga setuju kalau salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan kita dalam esports adalah dengan berlatih dan juga bertanding.
Namun di sisi lain, the show must go on. Industri esports yang notabene adalah dunia hiburan tidak bisa berkembang tanpa adanya dukungan dari pihak ketiga, atau dalam kata lain sponsor. Mau tidak mau, sebuah tim esports, baik itu pria atau wanita, juga harus mampu menjadi agen marketing yang baik.
Jadi, apapun konsep sebuah tim esports wanita, tidak ada jawaban yang salah.
Menyatukan Visi untuk Menjadi Tim yang Konsisten
Sampai titik ini, mungkin kamu sudah menyadari kalau secara struktural, tim esports pria dan wanita sebenarnya tidak ada bedanya. Selain harus memiliki kemampuan yang bersaing, keduanya juga harus bisa menarik massa guna mewujudkan tujuan tim/sponsor di industri hiburan ini.
Layaknya organisasi lain secara umum, setiap anggota tim esports wanita juga sebaiknya menyamakan visi mereka terlebih dahulu. Visi yang saya maksud ini bisa kamu asosiasikan dengan tiga contoh identitas tim gamers wanita dalam poin sebelumnya, kompetitif, brand, atau gabungan keduanya.
Apakah mereka ingin menjadi tim yang fokus untuk menjadi paling kuat se-Indonesia, instansi bisnis dan marketing, atau menjalankan keduanya secara seimbang? Jawaban dari setiap anggota tim haruslah sama. Berada di dalam sebuah tim dengan visi berbeda dari apa yang ada di benakmu hanya akan berujung pada perpecahan dan drama-drama hiperbolik.
Mungkin hal inilah yang menyebabkan mengapa saya melihat cukup banyak tim esports wanita di Indonesia hanya berlalu-lalang tanpa menyempatkan diri untuk serius menggarap ranah esports.
Beberapa hari yang lalu saya menyempatkan diri untuk bertemu dengan kawan saya, seorang gamer wanita yang dulu sempat berkecimpung di ranah esports dan kebetulan juga pernah tergabung ke dalam tim wanita. Kami berbicara cukup panjang lebar mengenai alasan dirinya semula menjejakkan kaki di industri ini, sampai akhirnya memutuskan keluar.
Untuk memudahkan kamu membaca (dan saya menulis) sambil tetap menjunjung tinggi etika dunia kerja, selanjutnya saya akan menyebut kawan saya ini dengan sebutan Mawar.
Pertama kali Mawar mencoba karirnya di dunia esports adalah dengan bergabung ke dalam sebuah tim esports wanita. Semula, ia memiliki visi dan harapan untuk menjadi tim esports wanita yang kompetitif, yaitu rutin berlatih dan sering mengikuti berbagai ajang kompetitif setelah bergabung.
Namun, rupanya visi yang Mawar harapkan pada kenyataannya cukup berbeda dengan apa yang ada di pandangan sang pemilik tim tersebut. Mawar ingin menjadi seorang atlet esports yang serius, namun sang pemilik tim malah cenderung untuk membangun brand miliknya.
Meskipun ia mencoba untuk tetap bertahan dan mengikuti arus, namun karena memang sudah berbeda visi dari awal, gejolak batin tidak terelakkan lagi. Drama kecil yang tersulut dari kesalahpahaman pun kerap terjadi secara internal. Karena tidak mendapatkan apa yang dicari (karena memang berbeda visi) dan merasa hanya dimanfaatkan, Mawar akhirnya memutuskan untuk keluar dari tim wanita tersebut.
Apakah yang dilakukan oleh pemilik tim itu salah? Jelas tidak, karena kembali lagi ke premis kalau esports adalah industri hiburan, bukan murni ajang kompetisi untuk menuai prestasi. Memperkuat brand adalah salah satu cara berkontribusi di esports, karena dengan begitu, suatu organisasi bisa menarik lebih banyak massa ke sini.
Berkaca dari kasus Mawar tersebut, tentu sangat penting untuk menyamakan visi sebelum memutuskan bergabung dengan sebuah tim. Bagaimanapun juga, tim adalah sebuah perahu yang digunakan oleh setiap pemainnya untuk menuju ke sebuah tujuan bersama. Namun jika tujuan yang diinginkan ternyata berbeda dengan sang nakhoda, kamu telah menaiki perahu yang salah bukan?
Mendorong Kesetaraan Gender di Esports
Tidak bisa dipungkiri, pria memang lebih dominan di industri ini. Tim-tim yang sudah besar namanya di Indonesia, seperti RRQ, EVOS, TP.NND, Revival Esports, Fortius Gaming, Pondok Gaming, dan tentu masih ada lagi yang saya tidak bisa disebutkan satu persatu, adalah skuad yang terdiri dari para laki-laki.
Namun bukan berarti tidak ada tim esports wanita yang patut kamu ketahui dan ikuti sepak terjangnya. NXA-Ladies misalnya, tim di bawah komando Monica “Nixia” Carolina ini terus aktif berkiprah di ranah esports, baik sebagai tim kompetitif maupun ikon dari esports wanita Indonesia itu sendiri.
Dua contoh lain adalah FemaleFighters dan Galaxy-Sades yang pada bulan September 2016 lalu saling berhadapan di babak grand final PBLC 2016 Season 2. Kedua tim yang memang menjagokan skuad FPS mereka (meskipun FemaleFighters punya divisi Vainglory juga) terus aktif mengikuti kompetisi yang ada sambil memperkuat brand mereka.
Adanya kehadiran tim-tim wanita ini secara tidak langsung dan perlahan-lahan mengikis tembok yang terlihat membatasi kaum hawa untuk bersandingan dengan para pria menjadi atlet profesional.
Meskipun untuk saat ini perlu diakui, kalau kemampuan tim wanita secara umum pada kenyataannya masih kalah dibandingkan tim pria. Tahun lalu saya juga pernah berbincang dengan Nixia mengenai hal ini, dan ia mengakui memang rasanya masih sulit bagi tim wanita untuk memenangkan turnamen terbuka (bebas pria dan wanita).
Tetapi menurut saya, hal tersebut hanyalah faktor pool pemain wanita yang memang masih sedikit. Apabila tim-tim wanita ini terus mendorong pemain wanita lain untuk go profesional, bukan tidak mungkin di masa depan kita bisa melihat tim esports wanita yang kemampuannya 11-12 dengan skuad pria.
Karena semakin banyak wanita yang bermain game esports, tentu akan semakin besar juga peluang menemukan “versi wanita” dari The Chupper, Koala, atau frgd[ibtJ].
Lalu, Apa yang Harus Dilakukan Gamers Wanita?
Just keep doing what you’re doing. Ingat, esports adalah industri hiburan. Apapun aktivitas yang dilakukan, baik sebagai tim yang sangat kompetitif maupun fokus membangun brand, keduanya berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung ke ranah esports tanah air.
Bagi yang memiliki aspirasi untuk go profesional dan ingin bergabung dengan sebuah tim, pastikan kamu melihat visi yang sama dengan calon tim kamu. Agar nantinya, kamu memang mendapatkan apa yang diharapkan sebelumnya. Selama apa yang dilakukan adalah hal positif, pasti akan memberikan manfaat yang positif juga.
Sumber gambar: Facebook Garena Point Blank Indonesia