CS:GODota 2Fighting GamesHearthstoneMobile Legends

Mengapa Game Esports Single Player Lebih Sulit Populer?

Pada awalnya esports di Indonesia dibangun di atas beberapa judul game saja. Judul-judul game tersebut adalah CS dan DOTA. Tapi selain kedua game tersebut, sebenarnya Indonesia memiliki beberapa cabang esports lainnya yang sudah eksis lebih dahulu, tapi tidak terlalu terkenal. Mereka adalah Street Fighter II, StarCraft: Brood War, Age of Empire II dan Command & Conquer: Red Alert 2.

Apa yang membedakan CS dan DOTA dengan judul-judul game lainnya yang kurang terkenal? Jawabannya adalah mode permainan solo vs team. Kenapa hal ini terjadi? Well, mungkin beberapa analisa kami di bawah ini bisa memberikan jawabannya.

Solo Game itu Mudah untuk Ditonton

Bayangkan kamu melihat turnamen Tekken atau Street Fighter, kamu pasti akan langsung paham dengan apa yang sedang terjadi di layar besar. A melawan B dengan kemenangan yang ditentukan dari siapa yang lebih dahulu berhasil menghabisi HP lawan.

Hal yang sama juga berlaku ketika kita melihat game RTS atau card game seperti Hearthstone dan Shadowverse. Untuk orang awam, yang perlu diperhatikan hanyalah berapa sisa HP yang dimiliki A atau B. Sisanya? Well, banyak sekali orang yang tidak paham apa yang sebenarnya terjadi di dalam permainan.

Combo atau RNG yang terjadi di dalam game, mekanik yang sulit untuk dikuasai, setup, dan lain sebagainya, kurang mendapat perhatian penonton. Hasilnya, banyak sekali orang yang tidak “kena” atau “hook” ke solo esports.

Sementara itu meskipun team esports lebih sulit untuk ditonton karena memiliki banyak fokus sekaligus, alur permainannya lebih “kena” ke orang awam. Mengapa bisa begitu? Well, ada banyak faktor, seperti misalnya efek-efek skill dan combo yang lebih banyak dan flashy. Ditambah lagi, team esports itu kebanyakan bisa dimainkan bersama dengan teman-teman. Siapa sih yang tidak suka bermain bersama teman? Meskipun kadang berakhir dengan toxic atau blaming.

Solo Game itu Sulit Dipelajari

Walaupun mudah untuk ditonton, tetapi kebanyakan orang yang menyaksikan solo esports bakal merasakan kalau cabang esports yang sedang mereka tonton itu sulit untuk dikuasai. Apalagi kalau membicarakan game fighting yang penuh combo, RTS atau card game yang penuh dengan taktik dan hitungan.

Rasanya sulit untuk mempelajari mekanik B, combo C, sequence D, dan seterusnya. Apalagi di game fighting yang kebanyakan orang memainkannya secara mashing tanpa tahu mekanik yang dibutuhkan. Perasaan overwhelming ini turun mengurangi tingkat keinginan untuk mencoba memainkan game-game solo esports.

Ujung-ujungnya alasan di atas berimbas ke tingkat popularitas game solo esports di mata orang awam atau gamer.

Padahal sejatinya game solo esports itu sangat menarik untuk dikuasai lho. Tidak percaya? Simak video dari Polygon di bawah ini.

Jumlah Pemain dan Penonton yang Lebih Sedikit

Tidak bisa dipungkiri, jumlah penonton dan pemain solo esports kalah jauh ketimbang team esports. Seorang atlet solo esports memiliki 7 orang penggemar, dalam sebuah pertandingan dia bertemu dengan musuh yang memiliki 15 orang penggemar. Bila dijumlah secara kasar, maka pertandingan mereka akan otomatis disaksikan oleh 22 orang sekaligus.

Sekarang bandingkan dengan game MOBA, FPS, atau Battle royale. Masing-masing pemain dari sebuah tim memiliki 10 orang penggemar, otomatis sebuah tim sudah mampu menarik 50 orang penonton sekaligus. Itu baru dari satu tim, bila kedua tim dihitung sekaligus, otomatis solo esports hanya bisa memenuhi 1/5 dari team esports.

Jumlah yang berbeda jauh ini mempengaruhi penyebaran berita dari mulut ke mulut yang ujung-ujungnya berdampak pada tingkat kepopuleran sebuah game. Ujung-ujungnya, sedikit pula yang mengetahui scene kompetisi sebuah game.

Mengapa Solo Esports Tetap Penting?

Lebih Personal

Mampu bersaing dalam tim cukup luar biasa, tetapi pada titik tertentu, kami bertanya-tanya apakah itu menjadi terlalu impersonal setelah beberapa waktu. Solo esports secara inheren lebih tentang kemampuan individu sendiri dan terasa seperti pengalaman yang sama sekali berbeda dari sudut pandang penonton.

Permainan tim memiliki semacam mentalitas berpikir kelompok dalam hal komunikasi dan organisasi permainan itu sendiri yang dapat membuatnya terasa sedikit impersonal. Dalam pengaturan yang lebih kecil, pemain solo memiliki lebih banyak waktu untuk melihat reaksi mereka terhadap berbagai momen yang terjadi dalam pertandingan.

Fakta bahwa para pemain lebih dekat satu sama lain juga berkontribusi pada hal ini. Sebagian besar turnamen dalam game fighting memiliki pemain yang duduk berdekatan, mirip dengan arcade lama. Sebagian besar pemain juga bermain di monitor atau televisi yang sama yang hanya menambah intensitas pertandingan.

Skill yang Jauh Lebih Mudah Diukur

Salah satu aspek yang lebih baik dari esports solo adalah bahwa lebih mudah untuk membedakan skill pemain ketika ada lebih sedikit yang harus diperhatikan.

Dalam permainan tim, sangat mudah untuk mengaitkan kegagalan dengan rekan satu tim yang dipercaya memiliki kontribusi yang lebih sedikit. Cara terbaik untuk mengukur ini secara nyata adalah dengan statistik permainan, tetapi terkadang hal ini tidak memperlihatkan performa pemain secara utuh.

Game solo menawarkan rute yang berbeda. Ambil contoh game fighting yang sangat nyata dari segi skill pemain. Dengan sifat genrenya yang fokus pada dua karakter, kita dapat dengan mudah merinci karakter mana yang berkinerja lebih baik berdasarkan serangan, pertahanan, dan permainan.

Sebagai penonton, kita dapat dengan mudah melihat melihat keterampilan pemain yang mendominasi sepanjang match.

Sejarah dan Perjalanan Karir yang Lebih Personal

Lagi-lagi kata personal menjadi alasan utama mengapa solo esports itu penting. Tapi sekarang kamu bandingkan sendiri antara Daigo Umehara dengan Jonathan Wendel. Beberapa orang yang fokus mengikuti scene esports pasti akan bertemu dengan Evo Moment #37, tapi berapa orang yang tahu GeT_RiGhT?

Mungkin di beberapa negara hal ini tidak berlaku dan Daigo kalah populer ketimbang GeT_RiGhT. Tapi di negara Asia, kamu pasti bakal lebih sering menemukan nama Daigo disebut di beberapa media.

Setiap pemain memiliki kisahnya masing-masing dan membacanya bisa menjadi salah satu bagian yang paling menginspirasi dalam esports. Semua pemain ini melewati cobaan dan kesengsaraan untuk bangkit dari kancah lokal mereka untuk menjadi profesional di esports dan jika mereka bisa melakukannya, kamu juga bisa!