Berita

Proses Pengembangan Call of Duty Sentuh Angka Belasan Triliun Rupiah!

Ketika membahas industri game, seri Call of Duty selalu menjadi salah satu nama yang mendominasi pembicaraan. Selain popularitasnya yang sudah tidak bisa lagi terbantahkan, ada satu hal lain yang mencuri perhatian, yakni biaya pengembangan Call of Duty yang luar biasa besar. Dalam beberapa tahun terakhir, angka-angka ini bahkan mencapai belasan triliun Rupiah.

Biaya Pengembangan yang Fantastis

pengembangan call of duty

Mari kita lihat beberapa contoh dari seri tersebut. Call of Duty: Black Ops 3 yang dirilis pada 2015, dikerjakan oleh Treyarch selama tiga tahun. Proyek ini membutuhkan anggaran lebih dari US$450 juta, atau sekitar Rp7,2 triliun. Angka ini mencakup pengembangan game, pemasaran global, serta berbagai konten tambahan yang dirilis setelah peluncuran.

Kemudian, ada Call of Duty: Modern Warfare (2019) yang dibuat oleh Infinity Ward. Game tersebut dikenal sebagai reboot dari sub-series Modern Warfare, dan membutuhkan biaya hingga US640 juta atau Rp10,3 triliun.

Namun, angka pengembangan Call of Duty yang fantastis ini tidak berakhir di situ saja. Call of Duty: Black Ops Cold War yang merupakan hasil kolaborasi antara Treyarch dan Raven Software, menelan biaya lebih dari US$700 juta atau Rp11,3 triliun, di mana game tersebut dianggap sebagai salah satu game termahal yang pernah dibuat, tidak hanya di seri Call of Duty, tetapi juga di industri game secara keseluruhan.

Perbandingan dengan Game Lain

Untuk memahami skala biayanya, kita bisa membandingkannya dengan game populer lainnya seperti The Last of Us Part 2 dari Sony. Game ini membutuhkan biaya sekitar US$220 juta, setara dengan Rp3,5 triliun. Perbedaan signifikan tersebut tidak hanya mencerminkan skala proyek, tetapi juga strategi pemasaran dan pengembangan yang berbeda.

Call of Duty dikenal dengan model bisnisnya yang mencakup banyak konten tambahan pasca-rilis, seperti DLC (downloadable content) dan pembaruan besar lainnya. Inilah yang membuat anggaran seri CoD membengkak jauh lebih besar dibandingkan game lain.

Lonjakan biaya pengembangan ini pun menarik perhatian banyak pihak. Shawn Layden, mantan bos Sony Interactive Entertainment, pernah menyuarakan keprihatinannya terkait tren tersebut. Ia menyatakan bahwa biaya produksi yang terus meroket tidak akan bertahan dalam jangka panjang.

Menurut Layden, industri game perlu mempertimbangkan kembali pendekatan mereka. Fokus pada proyek yang lebih kecil namun tetap berkualitas tinggi dianggap sebagai keputusan yang lebih realistis.

Para pengembang kini memiliki alat yang jauh lebih canggih dibandingkan satu dekade lalu, sehingga menghasilkan game berkualitas tinggi dengan anggaran yang lebih terjangkau seharusnya bukanlah hal yang mustahil.

Nasib Industri Game AAA

pengembangan call of duty

Pendekatan alternatif yang diajukan Layden adalah memanfaatkan anggaran sekitar US$20 juta (Rp323 miliar) untuk membuat game yang tetap menakjubkan, baik secara visual maupun gameplay. Dengan cara ini, industri game dapat menjaga keberlanjutannya tanpa harus bergantung pada anggaran yang semakin besar di setiap tahunnya.

Namun, untuk franchise seperti Call of Duty yang sudah identik dengan experience epik dan fitur-fitur premiumnya, mengubah fokus game bukanlah hal yang mudah. Banyak player sudah terbiasa dengan standar tinggi yang ditawarkan seri ini. Sehingga jika mereka mengurangi anggaran pengembangannya, kemungkin besar hal tersebut malah ber-impact negatif. Tanggapanmu?

Sumber: Game File