Lainnya

Masih Perlukah Kita Melakukan Pre-order Game Baru?

Pre-order adalah salah satu cara konsumen membeli barang, tak terkecuali video game. Secara harfiah, pre-order artinya memesan suatu barang yang sebenarnya belum ada. Di zaman modern ini, pre-order video game merupakan hal yang populer, baik bagi sebagian pemain atau di kalangan pengembang produk itu sendiri.

Cara membeli seperti ini lumrah terjadi di industri ini, bahkan dari beberapa tahun silam. Dulu pre-order membantu para pengembang game dalam menentukan berapa banyak produksi barang yang harus mereka lakukan. Alasannya tentu agar mereka tidak over produksi lalu mengalami kerugian. Selain itu, pre-order juga membantu pengembang untuk mengetahui apakah game yang mereka kerjakan bakal laku di pasaran atau tidak.

Meski sejumlah alasan di atas masih menjadi pertimbangan sebagian pengembang (baca: studio “kecil”), banyak oknum yang mencatut kata pre-order untuk mencari keuntungan sebanyak mungkin. Tak jarang, dengan harga yang mahal, produk yang dirilis justru mengecewakan. Walau oknum yang “baik” kemungkinan akan bertanggung jawab, konsumen tetaplah korban di kasus ini.

Lalu, masih perlukah kita melakukan pre-order, terutama ketika oknum-oknum nakal merajalela?

Iming-iming manis ketika pre-order game

Pre-order game Resident Evil 4
Sumber: Blog PlayStation

Salah satu cara sebuah pengembang atau penerbit game untuk menggaet banyak calon pembeli adalah memberikan bonus apabila mereka melakukan pre-order. Bonus yang diberikan pun beragam, mulai dari karakter, skin, sampai mata uang di dalam game. Tak hanya bonus, konsumen terkadang juga mendapat diskon apabila membeli dengan cara pre-order.

Tren pemberian bonus tersebut sudah menjamur saat ini. Hasilnya tentu sesuai ekspektasi. Banyak pemain yang tergiur dengan bonus-bonus yang dijanjikan, terutama bagi mereka yang memang suka mengoleksi pernak-pernik game yang dijual terbatas. Apakah iming-iming bonus ini adalah sesuatu yang negatif? Jawabannya tergantung pandangan kalian masing-masing.

Dari kaca seorang gamer atau kolektor, mendapat bonus-bonus tersebut bukanlah hal yang buruk. Toh kita membelinya untuk kesenangan diri sendiri, bukan? Namun, jika kita mengambil perspektif lain, tren ini bisa menjadi kebiasaan yang buruk. Bukan dari sisi si pemain, tetapi dari pihak pengembang game itu sendiri (atau terkadang pihak penerbit).

Ketika mereka sudah terbiasa menarik banyak pembeli dengan bonus-bonus yang diberikan, beberapa oknum secara licik memotong isi game yang dikembangkan. Untuk membuat game itu utuh, oknum-oknum tersebut menyiasatinya dengan mengeluarkan DLC atau Season Pass, istilah terkenal di industri ini. DLC dan Season Pass tentu tidak diberikan secara cuma-cuma, alias kalian harus membayar sejumlah uang untuk mendapatkannya.

Jika kejadian di atas belum cukup menyebalkan, tak jarang banyak oknum yang merilis game tak layak main, entah itu penuh bug, isu performa, dan lain sebagainya. Contoh kasus terkenal adalah Cyberpunk 2077, game buatan studio yang mengembangkan seri The Witcher, CD Projekt Red. Lewat nama besar studio, banyak pemain yang melakukan pre-order game tersebut.

Sayangnya, ketika dirilis, Cyberpunk 2077 ternyata memiliki banyak kendala, terutama untuk versi console. Bug dan masalah performa membuat game ini tak bisa dimainkan secara nyaman. Saking banyaknya bug, Sony bahkan sempat menghapus Cyberpunk 2077 dari PlayStation Store. CD Projekt Red pun menawarkan solusi dengan refund, namun sikap baik dari studio ini pun juga mengalami kendala.

Belajar dari banyak kasus

Selain kasus Cyberpunk 2077, masih banyak kisah negatif lain yang berkisar di pre-order game. No Man’s Sky adalah contoh besar mengapa kalian harus berpikir ulang sebelum melakukan pre-order. Sebelumnya diluncurkan, No Man’s Sky digembar-gemborkan bakal menjadi game menjelajah luar angkasa terbesar yang pernah ada. Sayangnya, ketika dirilis, banyak pemain yang merasa tertipu karena konten yang ada di dalam game tidak sesuai ekspektasi.

Kisah “penipuan” lain yang sempat hangat diperbincangkan adalah Fallout 76. Seperti game-game lain, Fallout 76 juga memiliki versi edisi terbatas yang dijual. Dalam versi tersebut, Bethesda menyiapkan sebuah tas bertema Fallout dengan bahan kanvas. Akan tetapi, ketika sampai ke konsumen, tas yang datang tidaklah terbuat dari kanvas, melainkan berbahan dasar nilon.

Lalu, apa yang dilakukan Bethesda? Mereka hanya meminta maaf dan bersedia memberikan sedikit mata uang dalam game untuk menebus kesalahan tersebut. Perlu diketahui bahwa edisi terbatas tersebut dijual dengan harga US$200 (sekitar Rp3,1 juta). Selain berhasil “menipu” banyak pemain dengan iming-iming tas bagus, Bethesda juga merilis Fallout 76 dengan konten yang  jauh dari harapan banyak penggemar.

Bijak dalam melakukan pre-order

Steam Sale
Sumber: Steam

Meski sudah banyak kasus “penipuan”, kami rasa masih banyak pemain yang tetap melakukan pre-order, apalagi jika game yang diinginkan adalah favorit kalian. Selain itu, tak sedikit juga pengembang yang masih memberikan keuntungan murni kepada pemain. Pada akhirnya, kalian lah yang mengeluarkan uang untuk membeli game-game tersebut. Kami tidak bisa memaksa kalian untuk berhenti membeli game dengan cara pre-order.

Meski begitu, kami menyarankan kalian untuk bijak dalam melakukan pre-order game baru. Sebisa mungkin, ikuti semua perkembangan game tersebut sebelum memesannya jauh-jauh hari, seperti melihat video trailer, gameplay, dan mencari informasi melalui situs-situs resmi. Jika sesuai dengan ekspektasi, barulah kalian membelinya secara pre-order.

Opsi lain jika memang takut tertipu dengan pre-order adalah dengan membeli game seken atau menunggu diskon. Bagi yang menggunakan PC, Steam adalah surga diskon game. Selain itu, i zaman sekarang, kalian tidak perlu terlalu takut kehabisan stok barang karena adanya versi digital.