5 Game Esports yang Gagal Dan Ditinggalkan Pemainnya
Sejak menjadi tren, banyak developer yang kemudian mencoba membuat game yang cocok dibawa ke ranah esports. Hal sebaliknya juga sama, di mana jika sebuah game multiplayer dengan elemen kompetitif akan punya scene turnamennya sendiri. Bahkan game single player seperti Stardew Valley dan Tetris saja bisa punya turnamen.
Developer juga banyak yang berusaha membawa game-nya ke ranah esports bahkan sejak game tersebut baru rilis. Tapi tentu saja untuk setiap satu game esports yang sukses, ada juga yang kemudian gagal. Tidak tanggung-tanggun yang mati pun bukan hanya scene esports-nya saja, tapi juga game-nya sendiri.
Berikut adalah lima game yang punya potensi esports (lokal dan internasional) yang kemudian mati dan menghilang.
Heroes of The Storm
Game pertama adalah game yang sebenarnya sudah punya scene esports yang cukup hidup, tapi tiba-tiba mati begitu saja. Menariknya, yang mengakhirinya adalah sang developer itu sendiri.
Sejak pertama kali rilis, Heroes of The Storm diperkenalkan sebagai game MOBA yang ramah untuk pemula. Karena punya sistem level kolektif, gameplay Heroes of The Storm lebih difokuskan pada strategi dan kerja sama tim. Blizzard sebagai developer juga tidak ingin setengah-setengah dalam mempromosikan game ini sebagai esports. Selain sirkuit esports resmi, mereka juga mengadakan turnamen esports khusus untuk anak-anak kuliah dengan beasiswa sebagai hadiahnya.
Sayangnya, tanpa ada peringatan apa-apa, Blizzard kemudian menghentikan semua upaya esports mereka di tahun 2018. Karena tanpa peringatan, pemain-pemainnya tentu saja kaget dan bingung menentukan langkah hidup mereka berikutnya. Tidak hanya itu, sejak bulan Juli 2022 lalu, game Heroes of The Storm sendiri masuk ke dalam maintenance mode. Artinya game tersebut masih hidup, tapi tidak akan mendapatkan konten atau patch baru ke depannya.
Artifact
Artifact adalah upaya Valve untuk terjun ke dalam pasar game kartu digital mengikuti. Niat tersebut memang masuk akal mengingat populernya Hearthstone dan game lain di genre serupa. Tapi mereka mungkin terlalu ambisius dalam mengekspresikan ide untuk game ini.
Dengan proses mengembangan yang dipimpin oleh kreator Magic: The Gathering, Artifact memperkenalkan gameplay yang cukup rumit. Namun untuk sebuah game digital, gameplay tersebut ternyata terlalu rumit. Tidak hanya itu, sistem ekonominya juga tidak bersahabat untuk banyak pemain.
Awalnya, Artifact dimainkan oleh sejumlah orang, termasuk veteran di berbagai game kartu lain. Beberapa turnamen dari penyelenggara turnamen besar seperti Beyond The Summit mulai diadakan untuk memperlihatkan keunikan game ini. Namun seiring waktu game ini kehilangan pemain dengan cepat yang otomatis membunuh scene kompetitifnya.
Valve sendiri sempat masih menaruh harapan ke Artifact dan berencana melakukan perombakan gameplay dan menghadirkan kartu-kartu baru. Sayangnya proyek tersebut dihentikan begitu saja dengan alasan mereka tidak mampu mengumpulkan data yang cukup untuk terus melanjutkan proyek tersebut. Pengumuman tersebut juga secara tidak langsung mengakhiri hidup Artifact.
Battlerite
Battlerite mungkin tidak dikenal oleh banyak orang. Tapi bagi mereka yang pernah memainkannya, game ini saya yakin memberikan pengalaman yang sulit ditemukan di game lain.
Game ini adalah MOBA tapi tanpa farming, map beser, serta objektif. Gantinya, kamu akan dilempar ke arena dan langsung berjibaku menghabisi tim lawan dalam format 2v2 atau 3v3. Selain komposisi dan kerja sama tim tim, satu-satunya yang harus kamu andalkan untuk menang adalah keahlianmu dalam menggunakan ability karaktermu. Setiap pertandingan berlangsung cepat tapi tetap penuh perhitungan.
Sebagai game, Battlerite mungkin tidak serumit game MOBA pada umumnya. Tapi dengan sedikit peningkatan dari segi gameplay, game ini punya potensi untuk tumbuh. Hanya saja Stunlock Studio sebagai developer sepertinya tidak sabar untuk mengikuti tren yang ada.
Pertama, tanpa menunggu lama, Stunlock Studio langsung membuat scene esports internasional untuk Battlerite dan langsung menerbangkan finalisnya ke Dreamhack 2018. Namun sirkuit esports tersebut tidak lagi dilanjutkan. Tidak hanya itu, Stunlock Studio kemudian membuat membuat battle royale mereka sendiri yaitu Battlerite Royale. Kehilangan fokus, Stunlock Studio tidak mampu mempertahankan pemain untuk kedua game.
Saat ini, Stunlock Studio sudah merilis satu game multiplayer survival bernama V Rising. Tapi untuk itu mereka jelas harus meninggalkan Battlerite yang hanya dimainkan oleh segelintir orang saja.
Vainglory
Sebelum Mobile Legends dan game lainnya hadir, Vainglory sudah hadir dan mampu mendapatkan sejumlah pemain di seluruh dunia. Tidak hanya itu, gameplay yang dihadirkan juga sangat berbeda dari MOBA mobile yang kita kenal sekarang. Ketimbang 5v5, di sini kamu akan bermain dengan format 3v3 di satu lane dan satu area hutan yang berisi satu objektif netral
Selama beberapa tahun awal, Vainglory menuai banyak pujian karena gameplay-nya yang unik dan model monetisasinya yang sangat ramah untuk kantong pemain. Tidak hanya itu, Vainglory juga punya sirkuit esports internasional sendiri yang diikuti oleh banyak organisasi besar seperti Cloud9, Fnatic, dan juga TSM.
Tapi model monetisasi mereka sepertinya sepertinya terlalu ramah. Ditambah dengan sirkuit esports yang memakan biaya besar, Super Evil Megacorp mulai kesulitan mempertahankan game ini. Setelah itu, Super Evil Megacorp meminang Rogue Games sebagai publisher, dan keputusan tersebut sepertinya berbuah manis. Namun setelah sejumlah sengketa, Vainglory perlahan kehilangan pemain dan hanya tersedia dalam bentuk private server saja.
Banyak Game Battle Royale yang Rilis Di 2017/2018
Yang terakhir di daftar ini akan kami masukkan ke dalam satu kelompok. Alasannya karena game yang masih ke dalam kategori ini cukup banyak. Nasib yang dialami juga kurang lebih mirip.
Hadir dan populernya PUBG di tahun 2017 lalu jelas membuat genre battle royale tiba-tiba booming. Layaknya segala sesuatu yang populer, banyak pihak yang kemudian mencoba membuat game yang sama versi mereka sendiri.
Dalam kurun waktu sekitar satu tahun, banyak game battle royale yang lahir, masing-masing dengan sentuhannya sendiri. Namun meskipun awalnya dimainkan sejumlah pemain dan influencer, banyak game tersebut kemudian terlupakan begitu saja. Kamu mungkin bahkan tidak tahu keberadaan game seperti Realm Royale, Ring of Elysium, Radical Heights, atau _The Culling 2. Semuanya datang dan pergi seiring merosotnya popularitas battle royale.
Apakah itu berarti tidak ada game battle royale yang sukses setelah PUBG? Tidak juga, karena Fortnite, Apex Legends, dan Call of Duty: Warzone tetap populer hingga hari ini. Tapi ketiga game tersebut punya keunikannya sendiri, tidak seperti banyak game lain tidak menawarkan banyak hal baru dan perlahan mati begitu saja.