Mobile Legends

Bagaimana Indonesia Menjadi Trendsetter Esports Dunia untuk Mobile Legends?

Sejak beberapa tahun silam, atlet esports Indonesia memang sudah mengukir prestasi di tingkat dunia. Fnatic/XcN yang berisikan para pemain Indonesia seperti Farand Kowara, Ariyanto Sonny, dan kawan- kawannya berhasil jadi juara sejumlah kompetisi DotA tingkat internasional. Di CS:GO, ada TEAMnxl yang digawangi oleh Richard Permana yang juga berhasil meraih sejumlah kemenangan di beberapa turnamen tingkat internasional. Itu tadi soal beberapa game yang publisher-nya absen di Indonesia.

Atlet esports kita juga mengukir prestasi di beberapa game yang publisher-nya ada di Indonesia, seperti Point Blank dan AyoDance. Meski demikian, torehan prestasi atlet-atlet esports Indonesia tadi belum berhasil menjadikan Indonesia sebagai kiblat esports dunia untuk game-nya masing-masing.

Di sisi lain, Mobile Legends: Bang Bang berpeluang besar menjadikan Indonesia sebagai trendsetter esports-nya di tingkat dunia. Apa saja alasan kenapa MLBB bisa menjadikan Indonesia trendsetter esports dunia? Inilah 5 alasannya.

Dominasi Tim-tim Indonesia di Ajang Esports Internasional

Meski sudah ada sejumlah pemain esports Indonesia yang jadi juara di tingkat internasional, kita belum bisa dibilang mendominasi ajang tersebut di game-nya masing-masing, kecuali MLBB dan AyoDance.

Kenapa Indonesia bisa dibilang mendominasi ajang esports MLBB internasional di 2019 ini? Karena ada 2 ajang esports internasional yang dengan all-Indonesian final. MSC 2019 (19-23 Juni 2019) mempertandingkan antara ONIC melawan Louvre di Grand Final. Demikian juga, dengan M1 World Championship 2019 (11-17 November 2019) yang menyuguhkan pertandingan final antara EVOS dan RRQ.

Menurut cerita Lucas Mao, MPL Indonesia League Commisioner, para pemain MLBB di Turki juga bahkan memperhatikan MPL Indonesia untuk mempelajari strategi dan skill permainan para pemain Indonesia. Tak sedikit juga para pemain di sana yang mengidolakan ONIC Esports.

“Ada satu cerita menarik yang kami dapatkan saat menggelar turnamen di Turki bulan Juli lalu. Gamer di sana mengaku sebagai fans berat ONIC dan mengikuti perkembangan MPL Indonesia untuk meningkatkan skill bermain mereka.” ujar Lucas.

Tingkat skill dan strategi permainan yang lebih tinggi dibanding kawasan lainnya ini juga yang menjadikan Eropa sebagai trendsetter olahraga sepak bola dan Amerika Serikat untuk bola basket.

Meski memang kualitas permainan tim-tim yang tinggi bisa membuat kita jadi pusat perhatian, ada lagi faktor penting lain yang tak bisa diacuhkan jika kita berbicara soal industri game.

Signifikansi Publisher Menggarap Esport Tingkat Dunia

Seperti yang tadi sempat kami tuliskan, ajang kompetitif AyoDance tingkat internasional juga sebenarnya didominasi oleh para pemain Indonesia. Namun demikian, publisher AyoDance di Indonesia berbeda dengan yang ada di negara-negara lainnya. Sedangkan Moonton juga menjadi publisher MLBB di banyak negara-negara di dunia. Hal ini membuat mereka bisa menerapkan strategi marketing dan esports yang sama di berbagai negara.

Lucas Mao bercerita bahwa Moonton juga melakukan penetrasi pasar ke sejumlah negara seperti Rusia, Brazil, Turki, Amerika Serikat, dan yang lainnya untuk meningkatkan jumlah pemainnya di negara-negara tersebut. Di saat yang sama, Moonton juga akan membangun ekosistem esports di banyak negara.

“Kami tidak melihat ada kesulitan untuk meningkatkan jumlah pemain (marketing) dan membesarkan ekosistem esports di satu negara di saat yang sama. Jadi, kami bisa menjalankan dua strategi itu bersama-sama.” Ujar Lucas saat ditemui di gelaran M1 World Championship, di Axiata Arena, Kuala Lumpur, Malaysia.

Membesarkan jumlah pemain game dan menghidupkan ekosistem esports sebenarnya memang dua hal yang berbeda namun sama pentingnya. Kita akan membahas signifikansinya di bagiannya masing- masing setelah ini.

Publisher game memegang peranan penting untuk dua target tadi. Dengan publisher yang sama di semua wilayah, mereka bisa melakukan strategi marketing dan pembangunan ekosistem yang terintegrasi dengan arah yang sama. Hal ini juga sebenarnya sudah terbukti karena Indonesia tidak hanya jadi pasar terbesar untuk MLBB namun untuk beberapa game lainnya. Namun karena absennya strategi marketing dan esports yang terintegrasi, game-game tersebut gagal menghantarkan Indonesia jadi pusat esports-nya di dunia.

Penetrasi Pasar Gamer di Satu Negara

Manakah yang harus didahulukan antara membesarkan jumlah pemain game atau menghidupkan ekosistem esports game tersebut di satu negara? Hal ini memang bisa jadi perdebatan besar buat para publisher game.

Untuk MLBB di Indonesia, ekosistem esports-nya memang dibangun setelah gamenya dimainkan banyak orang dan komunitasnya terbangun.

“Saat itu kami juga sudah memegang data retention rate para gamer di seluruh dunia yang menunjukkan bahwa gamer memang suka bermain game MOBA dan ada potensi besar di Asia Tenggara.” ujar Lucas saat bercerita tentang awal mula esports MLBB di Indonesia.

“Sejak awal dirilis, kami juga sudah merasakan perkembangannya karena melihat dua hal. Pertama, banyak orang memperbincangkan MLBB di media sosial dan kami melihat gamer ternyata suka sekali bermain MOBA di ponsel mereka masing-masing. Kedua, dari data yang kami punya saat itu, angka retention-nya sungguh menakjubkan. Data itu menunjukkan banyak sekali gamer yang memainkannya setiap hari.”

Sampai artikel ini ditulis, Indonesia masih menyumbangkan pemain dan fans esports terbanyak untuk MLBB. Dari data viewer M1 World Championship 2019 kemarin, penonton dari Indonesia bahkan mencapai 5x lipat lebih banyak dari penonton streaming berbahasa Inggris.

Jumlah pemain MLBB yang masif di Indonesia membuat ekosistem esports-nya jadi tak pernah kekurangan talenta-talenta muda yang berbakat. Jumlah pemain MLBB di Indonesia jugalah yang membuat ekosistem esports MLBB jadi yang paling dinamis di tanah air — jika dibandingkan dengan game-game lainnya di sini. Frans “Volva” Riyando, salah satu shoutcaster untuk MPL Indonesia sejak Season 1 mengatakan, “Kalau saya bilang, game ini (MLBB) adalah game yang pro rakyat. Bukan cuma memperkuat dan memperbanyak event besar di ibu kota, dari awal Moonton juga menghidupkan komunitas-komunitas kecil di berbagai daerah. Bahkan komunitas-komunitas ini sekarang juga bisa berjalan sendiri tanpa bantuan.”

Menurutnya juga, game-game esports lain jadi tak lagi dinamis karena memang kehabisan suplai pemain baru.

Standarisasi Ekosistem Esports Lintas Negara

Jumlah pemain game yang besar, sayangnya, barulah langkah pertama menjadikan satu negara jadi pusat esports dunia. Langkah penting selanjutnya adalah soal standarisasi ekosistem esports.
Dalam hal MLBB, ekosistem esports Indonesia sudah menjadi standar untuk ekosistem esports di negara lainnya. Konsep Mobile Legends Professional League (MPL) pertama kali dijalankan di Indonesia yaitu dengan MPL ID S1 (13 Januari – 1 April 2018). MPL kemudian dijalankan untuk kawasan Malaysia-Singapura. Selanjutnya, konsep MPL pun diimplementasikan di Filipina dan Myanmar.

Saat di Axiata Arena, Lucas pun bercerita tentang rencananya untuk mengimplementasikan MPL ke negara-negara selanjutnya. Indonesia juga menjadi negara pertama dengan sistem turnamen yang berbentuk franchise untuk esports mobile game. Jika sistem franchise ini juga bisa diterapkan di negara-negara lainnya, Indonesia kembali menjadi tolak ukur sistem turnamen tertutup untuk game mobile.

Standarisasi ekosistem esports ini juga sebenarnya penting karena turut menentukan kualitas para pemain profesionalnya. Hal ini terlihat dari gelaran M1 World Championship. Hanya 2 tim non-MPL yang berhasil lolos ke babak Playoff, 10S Gaming dari Jepang dan VEC Fantasy Main dari Vietnam. Nyatanya, jika kita berbicara soal aspek kompetitif, standar kompetisi di satu negara memang berpengaruh pada kemampuan para pemainnya.

Bursa Pasar Atlet Esports Tingkat Internasional

Dari semua aspek yang dibutuhkan, aspek terakhir ini yang mungkin masih sedikit tertinggal dibanding yang lain. Namun, jika Indonesia benar-benar ingin jadi pusat esports untuk MLBB, bursa pasar pemain esports jadi elemen penting yang harus diperhatikan.

Jika kita berkaca dari sepak bola, kenapa Eropa menjadi pusat perkembangan ajang kompetitifnya karena bursa transfer di sana memang sudah bersifat global. Pemain-pemain terbaik dari berbagai belahan dunia, kemungkinan besar, bermain untuk tim Eropa ataupun di liga Eropa. Di sisi lain, jika kita berbicara tentang ekosistem esports Dota 2 ataupun LoL, bursa transfer di sana juga jangkauannya sudah internasional. Pemain Korea Selatan bisa saja bermain untuk tim Amerika Serikat. Pemain Amerika bisa bermain di kawasan Asia Tenggara.

Sampai hari ini, baru ada segelintir pemain Indonesia yang bermain di luar negeri seperti BnTeT (CS:GO) yang bermain untuk tim Tiongkok, TyLoo ataupun InYourDream (Dota 2) yang sempat bermain untuk Fnatic ataupun TNC Tigers.

MPL Indonesia sendiri memang sudah pernah mendatangkan beberapa pemain dari luar negeri seperti SaSa yang bermain untuk ONIC. Tentunya, akan lebih menarik lagi jika lebih banyak pemain luar yang berlomba-lomba untuk bertanding di liga Indonesia. Sebaliknya, hal yang tak kalah menarik adalah jika pemain-pemain MLBB Indonesia bisa ditarik untuk bermain di liga luar negeri.

Meski memang kelihatannya menarik, pasar bursa transfer pemain tingkat global masih punya PR panjang seperti penguasaan bahasa agar bisa berkomunikasi satu sama lainnya.