Valve Kembali Berhadapan dengan Masalah Hukum
Valve kembali dituntut oleh tiga orang yang mencari kompensasi kerugian dari game Counter-Strike: Global Offensive. Alasannya sama dengan kasus-kasus sebelum ini, mereka merasa dirugikan dan kehilangan ribuan dolar karena perjudian skin yang diikuti anak-anak mereka.
Para orang tua ini sangat menyayangkan sikap Valve yang cenderung cuci tangan terhadap keberadaan perjudian tanpa standarisasi yang ada pada game-game buatan mereka. Menurut mereka, seharusnya Valve menerapkan aturan yang jelas mengenai perjudian ini. Sebab, walaupun saat ini Valve melarang segala bentuk perjudian yang memanfaatkan Steam API, selama skin yang ada di dalam game seperti CS:GO masih bisa berpindah tangan, maka Valve tidak bisa mengendalikan bentuk perjudian yang timbul karena proses transaksi manual.
Sampai saat ini belum jelas apakah kasus ini bisa masuk ruang sidang atau tidak. Gugatan ini datang setelah sebelumnya Valve terkena class action (gugatan kelompok) atas kasus Trevor “TmarTn” Martin, alias CS:GO Lotto. Sayang kasus ini diberhentikan oleh hakim federal John C. Coughenour, yang menyatakan bahwa “kerugian yang disebabkan oleh perjudian tidak akan mempengaruhi bisnis atau masuk ke ranah RICO.” RICO itu sendiri merupakan sebuah hukum yang melarang segala bentuk persekongkolan atau organisasi yang merugikan dan jahat. Menurut John, para pejudi sadar betul apa resiko yang mereka hadapi.
Para pengacara yang mewakili penggugat terdiri dari pengacara-pengacara yang sebelumnya bekerja pada gugatan class action untuk kasus CS:GO Lotto. Menurut situs hukum Amerika, Top Class Action, kali ini mereka mencari restitusi atas uang-uang Valve yang “haram” melalui dugaan perjudian online yang tidak diregulasi, melanggar hukum, tidak adil, dan menipu. Mereka juga mencari uang ganti rugi atas kerusakan yang mereka derita, termasuk biaya pengadilan, biaya pengacara, dengan pra dan pasca putusan pengadilan.
Berita esports di tahun 2016 kebanyakan didominasi oleh dunia perjudian yang tidak memiliki aturan yang jelas. Bidang industri ini diyaknin memiliki value sebanyak US$7,4 miliar (setara dengan Rp99,4 triliun). Estimasi ini dihasilkan sebelum Valve mengeluarkan larangan pada beberapa situs judi terbesar di dunia pada 19 Juli 2016.
Sementara itu di lain sisi, 2016 merupakan tahun terbaik dalam pertumbuhan esports sepanjang masa. Kita mendapatkan sebuah cabang esports baru (Overwatch) yang pelan tapi pasti semakin menanjak kepopulerannya. Sementara itu ranah fighting game semakin membesar, hal ini ditandai dengan jumlah peserta EVO 2016 yang membengkak menjadi 14000 peserta. Untuk DOTA 2 jangan ditanya, patch 7.00 akan membawa banyak perubahan yang menyenangkan sekaligus penuh misteri. Yang jadi pertanyaan adalah, apakah hal ini berhubungan dengan maraknya perjudian esports di 2016?